Saturday, August 11, 2018

SIBUK DENGAN URUSAN PRIBADI


Dalam berbagai percakapan keseharian kita mungkin kerap menjumpai berbagai pernyataan yang kurang lebihnya, “Aduh, rasanya tidak ada habis-habisnya kebutuhan keluarga lho? Menyekolahkan anak, membiayai penelitian, membiayai skripsi. Belum bisa memberikan persembahan untuk kegiatan gereja”. Atau mungkin pernyataan setengah mengeluh, “Wah, kesibukkan kantor dan kerja masih menyita waktu saya sehingga sulit untuk mengikuti berbagai kegiatan gereja”.
Tentu masih banyak pernyataan sejenis yang dapat kita deretkan yang intinya hendak menyampaikan sebuah bentuk pemikiran bahwa kita kerap dikejar berbagai pemenuhan kebutuhan sehingga kita sulit untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kegerejaan ataupun memberikan persembahan untuk menopang kehidupan dan kegiatan gereja serta hamba Tuhan/pendeta/gembala demi keberlangsungan kehidupannya.

Sungguh keliru jika kita menggantungkan harapan pada masa pensiun agar dapat terlibat secara intensif dalam berbagai kegiatan kegerejaan. Sia-sia belaka jika kita menunggu anak-anak telah menjadi dewasa sehingga kita bisa menyisihkan uang untuk memberikan persembahan bagi gereja dan berbagai aktifitas keagamaan lainnya.
Mengapa semua itu keliru? Sesungguhnya, tidak akan berhenti kebutuhan akan mengejar manusia yang hidup. Kita beranggapan bahwa jika anak-anak sudah dewasa kita akan terbebas dari kewajiban keuangan, padahal kita akan tetap terlibat dalam membantu keuangan saat mereka membutuhkan. Mengapa pula kita hanya menyisakan waktu di saat kita sudah lagi tidak efektif berkarya kemudian kita baru menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan kegerajaan?
Tuhan YHWH melalui mulut nabi Hagai mengecam perilaku bangsa Israel di zamannya yang membiarkan Bait Suci yang rusak dan roboh saat mereka pulang dari pembuangan namun mereka begitu "menyibukkan diri dengan urusan mereka sendiri" (ואתם רצים אישׁ לביתו - we atem ratzim ish lebeto – dan setiap dari kalian  berlarian ke rumahnya, Hag 1:9). Mereka dapat membangun dan mendiami rumah yang dipapani dengan baik namun Rumah Tuhan alias Bait Suci tetap menjadi "reruntuhan" (חרב - harev - Hag 1:4).
Karena sibuk dengan urusan sendiri dan melalaikan yang utama, maka hasil yang diperoleh adalah, "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit  kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang;  kamu minum, tetapi tidak sampai puas;  kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah,  ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang!"(Hag 1:4). Apakah saat ini kita mengalami situasi, משׂתכר אל־צרור נקוב - mistaker el tseror naquv (upah yang ditaruh dipundi yang berlubang)? Inilah saatnya untuk berubah dan memulai kembali yang baru.
Seperti Bangsa Israel melalui raja Zerubabel ben Sealtiel yang mengambil komitmen untuk merespon apa yang disabdakan Tuhan YHWH, "Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku  di situ, firman YHWH" (Hag 1:8). Jika kita mengubah pikiran dan tindakan kita dari yang berorientasi pada diri sendiri dan semua kebutuhan serta kepentingan kita pribadi dan mengutamakan Tuhan  dan kepentingan-Nya maka kita akan mendapatkan situasi dimana, וארצה־בו ואכבד - weertseh bo weekaved (Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku  di situ)
Firman Tuhan mengingatkan kita agar mengasihi Tuhan YHWH terlebih dahulu (Ul 6:5) untuk kemudian mengasihi sesama (Im 19:18). Yesus Sang Mesiaspun mengajarkan agar kita “mencari Kerajaan Tuhan terlebih dahulu” (Mat 6:33) yang artinya utamakan apa yang menjadi hak Tuhan. Yesus juga bersabda dengan mengutip Ulangan 8:3 bahwa, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan". Artinya, manusia bukan hanya memfokuskan hidupnya memenuhi kebutuhan material belaka namun harus memberikan perhatian terhadap nilai-nilai kekekalan dalam sikap mengutamakan Tuhan dan perintah-perintah-Nya yang harus diterjemahkan dalam bentuk kesalehan individual (beribadah) dan kesalehan sosial (berbuat kebajikan terhadap sesama).
Jika kita tidak ingin berkat-berkat kita ditaruh di pundi yang berlubang (Hag 1:6), utamakanlah Tuhan dalam berbagai kesempatan sebelum melakukan apa yang menjadi urusan kita.

No comments:

Post a Comment