Tuesday, April 7, 2020

PERAYAAN PESAKH SEBAGAI DEKLARASI DAN PEMBARUAN IMAN MENGHADAPI ANCAMAN WABAH MEMATIKAN



Pesakh 14 Nisan 5780/8 April 2020 nampaknya menjadi sebuah penanda yang membedakan dengan Pesakh sebelum atau sesudahnya. Perayaan Pesakh tahun ini ditandai sebuah keprihatinan yang mendalam dikarenakan menyebarluasnya pandemi Covid-19 atau virus Corona sejak Februari 2019 yang bukan hanya meluluh lantakan Cina sebagai negeri awal yang dinyatakan mengalami dampak terbesar pandemi ini namun sudah menyebarluas sampai Eropa, Amerika, Asia bahkan Indonesia.

Sampai kotbah ini dibuat, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia berdasarkan laporan www.worldometers.info telah mencapai 1.276.732 kasus dengan memakan korban jiwa sebanyak 69.529 jiwa dan orang yang mengalami kesembuhan sebanyak 265.956 jiwa. Adapun negara dengan kasus terbanyak mengalami Covid-19 adalah Amerika dengan 336.851 kasus dan memakan korban kematian sebanyak 9.620 jiwa. Angka kedua diduduki Spanyol dengan jumlah kasus 131.646 jiwa dan memakan korban 12.641 jiwa. Sedangkan Italia menduduki peringkat ketiga dengan 128.948 kasus dan korban jiwa sebanyak 15.887 jiwa. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia berada di urutan ke-38 dengan jumlah kasus 2.273 dan memakan korban jiwa sebanyak 198 orang.

Kasus wabah yang mematikan penduduk dunia bukan kali ini saja. Tahun 1347-1351, Eropa mengalami pagebluk yang dikenal dengan Black Death (Wabah Hitam) yang menghabisi 30% sampai 60% penduduk Eropa. Secara umum, wabah tersebut telah mengurangi sekitar 475 juta penduduk menjadi 350-375 juta penduduk pada Abad ke-14 Ms. Wabah Kolera terjadi tahun 1817-1823. Pandemi kolera pertama dimulai di Jessore, India, dan menyebar ke sebagian besar wilayah dan kemudian ke daerah tetangga. Itu adalah yang pertama dari 7 pandemi kolera utama yang telah menewaskan jutaan orang. Kemudian Flu Spanyol terjadi dari tahun  1918-1920 yang mulai menyebar di Amerika Serikat, muncul di Afrika Barat dan Prancis, lalu menyebar hampir ke seluruh dunia. Diperkirakan 50 sampai 100 juta orang di seluruh dunia meninggal. Kemudian menyusul penyakit SARS pada tahun 2002-2003 yaitu sindrom pernapasan akut yang parah adalah penyakit yang disebabkan oleh salah satu dari 7 coronavirus yang dapat menginfeksi manusia. Kemudian virus Ebola tahun 2014-2016 di sebuah desa kecil di Guinea pada tahun 2014 dan menyebar ke beberapa negara tetangga di Afrika Barat.

Siklus kasus pandemik bisa terjadi sewaktu-waktu dan dari waktu ke waktu. Teknologi kedokteran modern yang sudah ditemukan membantu meminimalisir jumlah korban berbagai penyakit modern yang berkembang namun tidak mampu mengeliminir keberadaan wabah dan penyakit.

Kenyataan ini memperlihatkan betapa kemampuan manusia modern terbatas dan betapa rentannya kehidupan diluluhlantakkan bukan hanya oleh kekuatan alam namun kekuatan non alam termasuk melalui virus, bakteri yang menyebabkan pandemi mematikan.

Apa yang bisa kita lakukan di tengah-tengah situasi mengerikan bahkan dapat mematikan ini? Bukankah korban kematian karena Covid-19 tidak pandang bulu. Covid-19 tidak memandang agama, ras, suku, semuanya berotensi mengalami wabah bahkan mengalami kematian. Bukankah kita sudah mendengar seorang pendeta yang terjangkit virus Covid-19 dan telah meninggal namun kemudian menulari 200-an umatnya yang tersisa?

Dimanakah Tuhan dan kuasa-Nya jika demikian? Bukankah Tuhan telah berjanji jika menyebut dan memanggil nama-Nya serta berlindung pada-Nya akan mendapatkan keluputan dan terbebas dari malapetaka dan wabah penyakit? Jika orang beriman saja dapat mengalami tertimpa wabah, bagaimana dengan orang yang tidak beriman?

Sebaiknya kita menunda pertanyaan-pertanyaan eksistensial di atas. Jika Anda dan kita semua dapat mengalami penyakit yang paling ringan seperti influenza dan batuk, maka mengapa kita harus mempertanyakan kuasa Tuhan yang dianggap tidak mampu memberikan perlindungan?

Jika Anda dan kita semua pernah mengalami kecelakaan lalu lintas entah ringan atau berat, maka untuk apa kita bertanya mengenai kuasa dan perlindungan Tuhan?

Jika kita berpotensi mengalami sakit penyakit – entah ringan ataupun berat – apakah lantas kita disebut orang tidak beriman? Atau jika kita sudah beriman dan mempercayai kuasa dan mukjizat Tuhan lantas kita tidak mungkin sama sekali tidak dapat disentuh oleh sakit penyakit? Atau jika kita sudah beriman dan mempercayai kuasa dan mukjizat Tuhan namun masih dapat terjangkit penyakit apakah berarti Tuhan tidak berkuasa lagi?

Ada banyak hal yang tidak bisa sepenuhnya kita mengerti mengapa semua itu harus terjadi. Kesalahan kita adalah memastikan dan memutlakan segala sesuatu termasuk penafsiran kita terhadap Tuhan dan kuasa-Nya. Hanya Tuhan yang mutlak dan absolut.

Itulah sebabnya dikatakan dalam Firman Tuhan, "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi YHWH Tuhan  kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini" (Ul 29:29). Ada “hanistarot” (yang tersembunyi) dan “haniglot” (yang disingkapkan). Yang tersembunyi adalah sebuah kawasan yang tidak bisa kita masuki karena kita tidak mampu memahami dengan keterbatasan akal pikiran kita.

“Kenapa harus mereka yang terpilih untuk menghadap?”, demikian penggalan lirik lagu Ebiet G. Ade yang berjudul, “Masih Ada Waktu”. Apakah para pendeta, rohaniawan yang secara luar biasa oleh Tuhan di bidang kesembuhan Ilahi dapat menjawab semua pertanyaan eksistensial itu manakala mereka mengalami hal menyakitkan yang dialami orang-orang lain? Jika mereka tidak bisa menjawab maka disitulah batas kemampuan mereka dan kita manusia dalam menyelami kebesaran Tuhan dan misteri rencana serta rancangan-Nya.

Hari ini, kita memasuki Pesakh 14 Nisan 5780 di mana kita melakukan peringatan terhadap dua peristiwa bernilai historis (bersejarah) dan soteriologis (keselamatan). Pertama, peringatan terbebasnya leluhur Israel kuno dari perbudakan Mesir dan terluputnya dari tulah maut melalui pengolesan darah anak domba di palang pintu rumah orang Israel. Kedua, peringatan penderitaan dan kewafatan Yesus (Yahshua) Sang Mesias yang menggenapi nubuatan para nabi untuk membebaskan umat Tuhan dari perbudakan dosa yaitu maut.

Yahshua, mengubah makna matsah (roti tidak beragi) yang melambangkan penderitaan Mesir menjadi lambang dari “tubuh-Nya” yang akan dikorbankan dan anggur menjadi lambang dari “darah-Nya” yang ditumpahkan bagi penghapusan dosa umat manusia.

Namun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kita merayakan dalam sejumlah keterbatasan. Kita tidak bisa melaksanakan jamuan Pesakh ini bersama-sama umat yang lain dalam rumah ibadah melainkan dalam rumah-rumah tinggal kita masing-masing.

Dalam situasi yang diliputi ketidakpastian dan ketakutan ini, marilah kita menjadikan momentum Pesakh 14 Nisan 5780 sebagai sebuah pembaruan dan deklarasi iman. Mungkin hari-hari kemarin kita mengalami keterkejutan dan keguncangan iman melihat serangan virus yang mematikan banyak orang. Perayaan Pesakh memperbarui keyakinan kita bahwa Tuhan YHWH di dalam Yesus (Yahshua) Sang Mesias masih sanggup dan berkuasa untuk melindungi umat yang dikasihi-Nya dan berseru kepada nama-Nya. Perayaan Pesakh menghidupkan kembali pengharapan kita akan kasih dan kuasa serta penyertaan-Nya.

Seperti darah anak domba meluputkan anak sulung Israel dari maut, demikianlah kita menaruh percaya bahwa darah Anak Domba berkuasa bukan hanya menghapus upah dosa yaitu maut melainkan berkuasa untuk memberikan perlindungan terhadap wabah malapetaka serta bencana sakit penyakit.

Jika anak-anak Tuhan diijinkan mengalami sakit penyakit ini, percayalah kuasa Tuhan akan memberikan pertolongan. Jikapun Tuhan mengijinkan yang lebih buruk terjadi dari yang kita harapkan, bersikaplah seperti Sadrach, Mesakh, Abednego (sahabat Daniel), “Jika Tuhan kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirika itu” (Dan 3:17)

Marilah kita memecah roti tidak beragi (matsah) dan meminum anggur dengan sebuah keyakinan bahwa di dalam persekutuan terhadap penderitaan dan kematian Yesus (Yahshua) Sang Mesias di kayu salib dan kebangkitan-Nya yang akan kita peringati dalam Perayaan Buah Sulung (Yom ha Bikurim), kita akan menerima perlindungan sejati. Kita akan menerima kesembuhan. Kita akan mendapatkan kehidupan abadi.

Perayaan Pesakh dengan memecah roti dan meminum anggur di rumah-rumah bersama keluarga, secara langsung dan tidak langsung telah meningkatkan stamina spiritual dan stamina mental kita sehingga kita siap dan sanggup menghadapi situasi pertempuran menghadapi pandemi Covid-19 di yang menghantui negara dan kota serta masyarakat kita.

Kiranya YHWH, Bapa Surgawi dan Tuhan Pencipta langit dan bumi memberkati dan melindungi kita dalam nama Yesus (Yahshua) Sang Mesias, Putra-Nya Yang Tunggal, Sang Firman Hidup, Juruslamat kita. Kiranya pandemi Covid-19 segera berlalu dari negara dan kota serta masyarakat kita sehingga kehidupan menjadi normal seperti sedia kala.


Pdt. Teguh Hindarto, S.Sos., MTh.

No comments:

Post a Comment