Thursday, July 23, 2020

MENJAGA STAMINA SPIRITUAL DENGAN SENANTIASA BERPENGHARAPAN

theblazingcenter.com

Apa yang kita alami dan rasakan saat kehidupan kita dihujani sejumlah persoalan yang tidak berhenti dan bertubi-tubi mendatangi silih berganti? Tentu sebuah kesedihan dan kekecewaan bukan? Sebagaimana sebuah pepatah, “sudah jatu tertimpa tangga pula” untuk menggambarkan keadaan yang menyakitkan yang melipatgandakan kesedihan dan kekecewaan. 

Gambaran itupun dapat kita lihatt dalam Kitab Ratapan 3:1-20. Membaca ayat demi ayat, kita akan merasakan sebuah perasaan dan pikiran yang dipenuhi dengan ungkapan kekecewaan, kesedihan, rasa sakit, keluh kesah, kepedihan sebagaimana tergambar dalam kalimat, “Ia menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan-Nya. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati. Ia menutup segala jalan ke luar bagiku, Ia mengikat aku dengan rantai  yang berat” (Rat 3:4-7). Demikian pula pada ayat selanjutnya kita mendapatkan gambaran keluhan yang sama, “Ia mengenyangkan aku dengan kepahitan, memberi aku minum ipuh. Ia meremukkan gigi-gigiku dengan memberi aku makan kerikil; Ia menekan aku ke dalam debu” (Rat 3:15-16).

Namun keluhan dan ratapan ini berhenti hanya sampai ayat 20 karena pada ayat berikutnya menjadi sebuah titik balik yang mengubah keadaan sebagaimana dikatakan, זֹ֛את אָשִׁ֥יב אֶל־לִבִּ֖י עַל־כֵּ֥ן אוֹחִֽיל׃ (zot ashiv el libi ‘al ken okhil) yang artinya “Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap”. Sementara Young’s Literal Translation menerjemahkan, This I turn to my heart -- therefore I hope” (Oleh karenanya aku berpaling ke dalam hatiku, maka aku berharap).

Penulis Kitab Ratapan tidak terus menerus berkeluh kesah dan membiarkan kesedihan menguasai dirinya melainkan mengambil keputusan untuk berpaling kepada hal yang mendatangkan pengharapan. Apakah itu? Ratapan 3:22-24 berkata:

 חַֽסְדֵ֤י יְהוָה֙ כִּ֣י לֹא־תָ֔מְנוּ כִּ֥י לֹא־כָל֖וּ רַחֲמָֽיו׃

Khasdey YHWH ki lo tamnu, ki lo kalu rakhameka 

(Tak berkesudahan kasih setia YHWH,  tak habis-habisnya  rahmat-Nya)

חֲדָשִׁים֙ לַבְּקָרִ֔ים רַבָּ֖ה אֱמוּנָתֶֽךָ׃ 

Khadashim labeqarim rabah emunateka 

(Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu)

  חֶלְקִ֤י יְהוָה֙ אָמְרָ֣ה נַפְשִׁ֔י עַל־כֵּ֖ן אוֹחִ֥יל לֽוֹ

Khelqiy YHWH amrah nafshi al ken okhil lo 

(YHWH adalah bagianku,  kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya)

Penulis Kitab Ratapan memutuskan untuk memperhatikan hal-hal yang menimbulkan harapan (okhil) yaitu, Kasih setia YHWH (khasdey YHWH) yang tidak berkesudahan dan rahmat YHWH (rakhamey YHWH) yang tidak habis-habisnya. Bahkan selalu baru setiap pagi (khadashim labeqarim).

Jika kita hanya memfokuskan kepada persoalan yang saat ini bertubi-tubi menghabisi keyakinan kita kepada kuasa Tuhan. Jika kita hanya berkeluh kesah dengan semua tekanan yang saat ini bertubi-tubi melumpuhkan semangat untuk menemukan jalan keluar. Jika kita saat ini hanya berfokus pada kesulitan ekonomi yang tiba-tiba membuat kita pailit. Jika kita hanya meratapi rasa sakit yang kita derita hingga menurunkan gairah hidup kita. Jika kita hanya berhenti pada keluh kesah meratapi semua keadaan negatif tersebut maka habislah hidup kita.

Jika kita ingin mengubah keadaan, maka dibutuhkan sebuah kekuatan ekstra. Apakah itu? Pengharapan kepada Tuhan yang hidup dan benar! Mengapa pengharapan? Karena saat kita masih memiliki pengharapan maka kita dapat berfikir jernih dan menemukan jalan keluar.

Bagaimana agar kita tetap dapat berpengharapan kepada Tuhan yang hidup dan benar? Sebagaimana yang dilakukan penulis Kitab Ratapan yaitu memperhatikan ke dalam hatinya untuk menemukan kebenaran bahwa kasih setia dan rahmat YHWH itu tidak berkesudahan, tidak habis bahkan selalu baru setiap pagi. Bahkan di saat kita mengalami semua keadaan negatif dan buruk sekalipun.

Itulah sebabnya saat kita berpaling kepada Tuhan dan berfokus pada kasih setia-Nya, rahmat-Nya, kebaikan-Nya, anugrah-Nya, kekuatan-Nya maka akan timbul pengharapan dan stamina spiritual yang membuat kita tetap tegar berdiri di saat badai mengantam.

Dengan perspektif Ilahi tersebut, di mana kita menaruh pengharapan pada Tuhan maka kita akan dapat melihat bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan kita bukan tanpa sebuah tujuan.

Dengan perspektif Ilahi tersebut kita dapat mengerti bahwa, “YHWH adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam   pertolongan YHWH” (Rat 3:25-26).

Dengan perspektif Ilahi tersebut kita dapat mengerti bahwa, “Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya. Biarlah ia duduk sendirian dan berdiam diri  kalau YHWH membebankannya. Biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya dalam debu,  mungkin ada harapan. Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya,  biarlah ia kenyang dengan cercaan” (Rat 3:27-30)

Dengan perspektif Ilahi tersebut kita dapat mengerti bahwa, “Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan.  Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya” (Rat 3:31-32)

Jika saat ini Anda dikelilingi oleh berbagai persoalan yang menekan dan menghimpit keyakinan kita pada Tuhan, maka jangan hanya berfokus pada persoalan dan mengulang-ulang berkeluh kesah. Sebaliknya, kita berpaling pada sumber kekuatan abadi yang tidak pernah habis yaitu kasih setia dan rahmat Tuhan YHWH Sang Bapa Surgawi di dalam Yesus Sang Putra.

Saat kita berpaling pada-Nya maka kita akan mendapatkan sebuah pengharapan dan pengharapan itu akan menjadi sebuah stamina spiritual yang memampukan kita melewati setiap persoalan yang kita hadapi.

Kemampuan kita menyelesaikan setiap persoalan semakin menyempurnakan kedewasaan dan keutuhan diri kita sebagai manusia ciptaan Tuhan. Kita masih harus menyelesaikan eksistensi diri kita dengan mengambil pilihan dan melakukan apa yang benar dalam situasi kehidupan yang diperhadapkan pada diri kita


No comments:

Post a Comment