Kita tentu masih ingat sabda Yesus mengenai kehidupan manusia
menjelang akhir zaman dimana salah satunya dikatakan, “Dan karena makin
bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin” (Mat
24:12). Perhatikan kalimat, psugesetai he
agape toon pollon (kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin) adalah
sebuah akibat dari sebuah sebab. Apakah itu? Plenthuthenai ten anomian (makin bertambahnya kedurhakaan). Young’s
Literal Translation menerjemahkan dengan, the abounding of the lawlessness (berlimpahnya tindakan melanggar hukum).
Nama lain untuk “kasih menjadi dingin” adalah berbagai bentuk
kehilangan sikap empati alias peduli terhadap orang lain, kehilangan kendali
terhadap diri sendiri dan melakukan kekejian terhadap orang lain baik secara
verbal maupun tindakan fisik, tidak mudah untuk memaafkan dan mengampuni orang
yang bersalah kepada kita, mendahulukan kepentingan pribadi melebihi
kepentingan orang lain dsj.
Menurut Alfin Toffler, seorang futurolog bahwasanya manusia
telah dan akan memasuki tiga gelombang peradaban yaitu peradaban agraris (-1790),
peradaban industri (1790-1970) serta peradaban teknologi (1970-2000). Kita
hidup di periode gelombang ketiga peradaban manusia yaitu peradaban teknologi
dan informasi yang telah banyak mengubah situasi kehidupan baik dalam makna
yang positip maupun negatif.
Kita telah banyak memperoleh manfaat di peradaban teknologi
informasi ini dimana kita telah mampu memangkas jarak dan “melipat” batas
geografis melalui jasa teknologi komunikasi berupa internet yang dihubungkan
dengan perangkat komunikasi yang kita miliki yaitu smartphone. Kita bisa memperoleh
pengetahuan, berita, informasi apapun hanya dengan menyentuh layar smartphone
kita. Kita bisa memesan tiket, makanan, transportasi hanya dengan menyentuh
layar smartphone kita yang terhubung dengan jaringan internet sehingga
memudahkan kita melakukan aktifitas. Dunia benar-benar hanya dalam genggaman
tangan kita melalui smartphone yang kita miliki.
Namun sejumlah ekses harus kita hadapi dimana kita hidup
dalam dunia maya yang menjadikan kita kurang peduli dengan kehidupan di dunia
nyata. Kita terlalu asyik dengan percakapan di dunia maya dan mengabaikan
sesama di samping kita. Kita mudah mengeluarkan kata-kata hujat dan tidak
berempati mengenai seseorang atau institusi yang dianggap merugikan kepentingan
diri kita.
Kekristenan identik dengan kasih sebagai inti ajaran dan laku
hidup. Ajaran cinta kasih bertumpu dalam ajaran Yesus Sang Mesias dan
Jurusmalat dimana beliau bersabda dengan mengutip dan mengabungkan ayat-ayat
dalam Torah yaitu Ulangan 6:5 dan Imamat 19:18 yang berbunyi:
“Kasihilah YHWH Tuhanmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan
yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang
sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum
Taurat dan kitab para nabi” (Mat 22:37:37-40)
Di tengah situasi kehidupan di era teknologi dan informasi
yang kian melucuti kemampuan kita untuk peduli terhadap orang lain, ajaran
Yesus Sang Mesias dan Junjungan Agung kita Yang Ilahi tetap menemukan
relevansinya. Agar kasih yang menjadi norma dasar dan penanda tindakan
Kristiani tidak menjadi dan semakin dingin, mari kita memahami kembali hakikat
dan mankan kasih dalam ajaran Kristiani.
Mengapa Kita Mengasihi?
Rasul Yohanes menuliskan agar kita sebagai anak-anak Tuhan,”marilah
kita saling mengasihi” (1 Yoh 4:7). Mengapa kita harus mengasihi? Rasul Yohanes
memberikan alasan pertama, “kasih itu
berasal dari Tuhan” (1 Yoh 4:7). Mengapa demikian? Karena hakikat Tuhan Sang
Pencipta adalah Kasih sebagaimana dikatakan, “Tuhan adalah kasih, dan
barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Tuhan dan Tuhan
di dalam dia” (1 Yoh 4:16). Frasa
Yunani, ho Theos agape estin atau
dalam bahasa Ibrani Elohim Hu ahavah menegaskan
pada kita bahwa Tuhan bukan sekedar penyebab dan pemula kehidupan ada namun
Tuhan adalah sumber cinta kasih.
Untuk memahami apa dan bagaimana itu kasih kita dapat membaca
dari 1 Korintus 13:4-7 yang berkata demikian:
“Kasih itu sabar itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan
diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari
keuntungan diri sendiri. Ia tidak
pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya
segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”
Dengan demikian, istilah Kasih meliputi kesabaran,
pengampunan, penguasaan diri, pengendalian diri dsj. Itulah yang ada dalam diri
Tuhan dan di dalam Tuhan bisa kita dapatkan itu semua. Itulah sebabnya
dikatakan, “kasih itu berasal dari Tuhan”.
Alasan kedua kita mengasihi dijelaskan oleh Rasul Yohanes
dalam 1 Yohanes 4:11, “jikalau Tuhan
sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi”.
Ditegaskan kembali dalam 1 Yohanes 4:19, “Kita mengasihi, karena Tuhan lebih
dahulu mengasihi kita”. Tindakan kasih diinisiasi dan dimulai sebagai tindakan
Tuhan Sang Kasih dan sumber Kasih.
Wujud tertinggi kasih Tuhan Pencipta yang bernama YHWH, Sang
Bapa Surgawi adalah dengan menyerahkan Anak-Nya Yang Tunggal, Firman-Nya yang
menjadi manusia untuk dunia dan manusia berdosa sebagaimana dikatakan:
“Dalam hal inilah kasih Tuhan dinyatakan di tengah-tengah
kita, yaitu bahwa Tuhan telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia,
supaya kita hidup oleh-Nya” (1 Yoh 4:8)
“Karena begitu besar kasih Tuhan akan dunia ini, sehingga Ia
telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16)
Kasih Sebagai Penanda
Pengikut Mesias
Umat Kristiani memiliki simbol keagamaan sebagai penanda dan
pembeda dengan keyakinan lainnya baik itu berupa salib ataupun lambang ikan.
Namun itu penanda simbolik yang mewakili kepercayaan Kristiani. Penanda
simbolik selalu barang mati. Lantas penanda umat Kristiani yang bersifat hidup
dan dapat dilihat itu apa? Tindakan kasih. Mereka yang melakukan tindakan kasih
adalah “lahir dari Tuhan” (1 Yoh 4:7), “mengenal Tuhan” (1 Yoh 4:8), “tinggal
di dalam Tuhan” (1 Yoh 4:12).
Pertanyaannya adalah, jenis kasih yang bagaimana yang membuat
kita “mengenal Tuhan” dan “tinggal di dalam Tuhan” serta “dilahirkan oleh
Tuhan?” Bukankah kepercayaan di luar Kristen bahkan agama-agama sukupun
mengajarkan untuk berbuat kebaikan bagi sesama demi menjaga keseimbangan
semesta?
Rasul Yohanes menuliskan, “Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus
adalah Anak Tuhan, Tuhan tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Tuhan” (1
Yoh 4:15). Kasih yang menjangkarkan dirinya pada kepercayaan dan keyakinan
kepada Sang Bapa yang telah mengutus Sang Putra dan mengakui Yesus adalah Anak
Tuhan – Sang Firman yang menjadi manusia – maka dapat dipastikan Tuhan Sang
Bapa ada dalam dirinya dan dirinya berada dalam Tuhan Sang Bapa.
Jenis kasih demikianlah yaitu kasih yang menjangkarkan
keyakinannya pada Yesus Anak Tuhan adalah yang menjadikan kita orang yang “lahir
dari Tuhan”, “mengenal Tuhan”, “tinggal di dalam Tuhan”.
Di tengah situasi kehidupan dimana psugesetai he agape toon pollon (kasih kebanyakan orang akan
menjadi dingin) yang berwujud defisit kepedulian, empati, pengampunan, belas
kasihan, kemurahan hati, marilah kita terus menerus mengasihi. Mengasihi Tuhan dan
mengasihi sesama. Dengan mengasihi Tuhan kita mampu mengasihi sesama manusia
sebagaimana dikatakan, “Barangsiapa mengasihi Tuhan, ia harus juga mengasihi
saudaranya” (1 Yoh 4:21).
Situasi kehidupan apapun yang kita alami hari ini. Kesibukkan
apapun yang kita kerjakan hari ini. Marilah kita terus menerus melakukan
tindakan kasih. Dengan melakukan tindakan kasih maka kita telah menyalakan dan
menghidupkan kemanusiaan. Dengan melakukan tindakan kasih maka kita menjaga
agar kasih tetap menyala berkobar dalam kehidupan kita. Tuhan menolong kita, Amen.
No comments:
Post a Comment