Thursday, July 8, 2021

MENJAGA KESEHATAN PIKIRAN DI TENGAH SITUASI SARAT KETIDAKPASTIAN


Foto: sharpbrains.com

Tidak ada berita yang begitu menyita perhatian kita hari-hari ini selain berita perkembangan masifnya pandemi Covid-19 yang hampir setiap hari memakan korban. Apalagi saat ini tengah berkembang varian Delta yang sudah memasuki Indoneia.

Data Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI pada 6 Juli 2021 menunjukkan ada sebanyak 553 kasus varian baru virus Corona di Indonesia.  Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari enam varian baru virus Corona yaitu Alpha, Beta, Delta, Eta, Iota, dan Kappa. Dari keenam varian itu, varian Delta terlihat paling mendominasi di Indonesia dibandingkan varian lainnya yaitu sebanyak 436 kasus. Kemudian varian Beta berada pada urutan kedua dengan jumlah 57 kasus, 51 Alpha, 5 Eta, 2 Kappa, dan 1 kasus varian Iota (Nasional.kompas.com – 7 Juli 2021).

Kabar menyedihkan dan kedukaan tentang anggota keluarga, teman, tetangga bahkan tokoh-tokh publik yang terpapar Covid-19 bahkan hingga menyebabkan hilangnya nyawa menjadi berita harian yang mungkin kita baca melalui pesan-pesan media sosial whatsap, facebook serta media on line. Hampir setiap hari kita disuguhi kenyataan yang menyedihkan dan beredarnya bad news atau berita buruk yang dapat menggoncangkan stamina mental.

Siapa giliran berikutnya? Apakah saya akan mendapat giliran terpapar? Apakah saya akan sembuh atau justru mengalami yang lebih buruk? Mungkin ini adalah kata-kata yang tidak terlontar namun bergema dalam ruang pikiran kita masing-masing. Apa yang sebelumnya kita baca dalam buku sejarah mengenai pandemi dan wabah yang melanda penduduk dunia di abad-abad sebelumnya justru saat ini kita melihat dan mengalami situasi yang pernah dialami oleh mereka, meski dengan nama dan gejala serta dampak yang berbeda

Tahun 1347-1351, Eropa mengalami pagebluk yang dikenal dengan Black Death (Wabah Hitam) yang menghabisi 30% sampai 60% penduduk Eropa. Secara umum, wabah tersebut telah mengurangi sekitar 475 juta penduduk menjadi 350-375 juta penduduk pada Abad ke-14 Ms.

Pada tahun 1918-1919 sebuah virus menyebar ke penjuru dunia yang dikenal dengan Pandemi Flu Spanyol. Kasus pertama tercatat pada musim semi 1918 yang terjadi di antara tentara Amerika Serikat selama Perang Dunia I. Penyebabnya adalah virus Influenza H1N1 atau flu burung yang berasal dari unggas. Meskipun jumlah total korban virus ini tidak diketahui pasti, banyak yang menyebutkan diperkirakan lebih dari  50 juta orang dan beberapa mencapai 100 juta korban tewas.

Wabah pes pernah melanda Pulau Jawa pada 1911-1916. Di Jawa Timur, total ada 37.012 orang meninggal dunia kena sampar. Di Jawa Tengah, 2.007 jiwa melayang. Di Jawa Barat, ada 6 korban jiwa.

Pada tahun 2002-2003 muncul pandemi bernama Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) yang disebabkan oleh SARS-CoV. Kasus pertama terjadi pada tahun 2002 di selatan China, tepatnya di  Provinsi Guangdong. SARS-CoV setidaknya menyebar ke 26 negara dan menginfeksi lebih dari 8.000 orang.

Dan kini, sejak tahun 2020 dunia diguncang dengan pandemi Covid-19. Apa yang jauh itu saat ini begitu dekat bahkan beberapa meter dari rumah kita dan menjadi kenyataan baru yang mempengaruhi kehidupan yang kita jalani setiap hari. Matahari yang sama terbit dan tenggelam seperti biasanya, namun kehidupan yang kita jalani hari-hari ini begitu berbeda dengan sebelumnya. Pandemi Covid-19 telah menciptakan ketidakpastian baru baik dalam iklim bisnis, pendidikan, kesehatan dll.

Apa yang kita lihat setiap hari dan apa yang kita dengar berkali-kali tentu akan mempengaruhi alam pikiran dan tindakan kita. Jika kita terus menerus mengisi mata dan pikiran serta telinga dengan berita buruk dan menakutkan mengenai Covid-19 yang terus menerus memakan korban, maka kita akan dihantui rasa was-was dan tersandera kebebasan kita untuk melakukan banyak hal.

Sumber: ssnmentalhealth.co.uk

Tanpa harus mengendurkan aturan pemerintah dalam menjaga protokol kesehatan individu dan komunal (menggunakan masker, menjaga jarak fisik, tidak bersentuhan tangan, mencuci tangan dll) dan tanpa harus mengabaikan perkembangan situasi pandemi Covid-19 di sekeliling kita, maka kita harus melakukan perimbangan informasi agar kesadaran dan tindakan kita tetap rasional dan kesehatan mental alias kesehatan pikiran dan psikis kita tetap prima.

Kesehatan mental alias kesehatan pikiran dan kesehatan psikis ini sangat diperlukan saat ini selain kesehatan fisik. Jika kesehatan fisik bertujuan agar kita tidak mudah terpapar Covid-19, karena stamina yang menurun akan menurunkan tingkat imun sehingga mudah terpapar virus membahayakan ini. Maka kesehatan pikiran dan psikis diperlukan agar kita tidak mudah terguncang secara mental dan psikis.

Seperti dikatakan dalam Filipi 4:8, Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Kalimat, “pikirkanlah semuanya itu” dalam teks bahasa Yunani, ταυτα λογιζεσθε - tauta logizesthe. Kata Yunani logizomai bermakna, “menghitung”, “memperhitungkan”, “memikirkan”.

Memikirkan, mempertimbangkan adalah sebuah aktifitas mental atau pikiran. Apa yang harus dipikirkan? Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang patut dipuji, semua yang disebut kebajikkan. Jika bad news kita pikirkan maka good news perlu kita pikirkan agar terjadi keseimbangan. Jika berita negatif dan menakutkan kita perhatikan untuk membaca keadaan maka berita positif dan menimbulkan pengharapan kita tanamkan agar menimbulkan semangat dan kekuatan.

Sumber kebaikan dan kebenaran tentu saja Firman Tuhan. Maka kita perlu membaca walau satu ayat Firman Tuhan agar tumbuh kekuatan dan pengharapan serta kepastian arah tujuan. Membaca buku bertema informatif dan ringan dapat mengalihkan kita dari kengerian. Membaca novel dapat membangkitkan imajinasi positif. Mendengarkan musik termasuk yang bertema terapeutik (penyembuhan) membantu meningkatkan stamina mental dan psikis kita.

Marilah kita berdoa agar badai Covid-19 segera berlalu dan kehidupan normal berjalan kembali. Marilah kita meningkatkan kewaspadaan dan menjaga kesehatan badan dan pikiran agar tidak mudah terpapar virus Covid-19 dan tidak dirundung ketakutan serta keputusasaan.

Di atas semuanya, kita meletakkan keyakinan dan pengharapan bahwa Tuhan yang menyertai kita di masa kelegaan adalah Tuhan yang menyertai kita di masa kesesakkan. Jika pandemi Covid-19 adalah masa kesesakan yang diijinkan terjadi, marilah kita menjalani dan menghadapi dengan kekuatan yang daripada-Nya sebagaimana dikatakan, Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Fil 4:13)

 


No comments:

Post a Comment