Tidak ada berita yang begitu
menyita perhatian kita hari-hari ini selain berita perkembangan masifnya
pandemi Covid-19 yang hampir setiap hari memakan korban. Apalagi saat ini
tengah berkembang varian Delta yang sudah memasuki Indoneia.
Data Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI pada 6 Juli 2021 menunjukkan ada sebanyak 553 kasus varian baru
virus Corona di Indonesia. Jumlah
tersebut merupakan akumulasi dari enam varian baru virus Corona yaitu Alpha,
Beta, Delta, Eta, Iota, dan Kappa. Dari keenam varian itu, varian Delta
terlihat paling mendominasi di Indonesia dibandingkan varian lainnya yaitu
sebanyak 436 kasus. Kemudian varian Beta berada pada urutan kedua dengan jumlah
57 kasus, 51 Alpha, 5 Eta, 2 Kappa, dan 1 kasus varian Iota
(Nasional.kompas.com – 7 Juli 2021).
Kabar menyedihkan dan kedukaan tentang
anggota keluarga, teman, tetangga bahkan tokoh-tokh publik yang terpapar
Covid-19 bahkan hingga menyebabkan hilangnya nyawa menjadi berita harian yang
mungkin kita baca melalui pesan-pesan media sosial whatsap, facebook serta media on line. Hampir setiap hari kita
disuguhi kenyataan yang menyedihkan dan beredarnya bad news atau berita buruk yang dapat menggoncangkan stamina
mental.
Siapa giliran berikutnya? Apakah
saya akan mendapat giliran terpapar? Apakah saya akan sembuh atau justru
mengalami yang lebih buruk? Mungkin ini adalah kata-kata yang tidak terlontar
namun bergema dalam ruang pikiran kita masing-masing. Apa yang sebelumnya kita
baca dalam buku sejarah mengenai pandemi dan wabah yang melanda penduduk dunia
di abad-abad sebelumnya justru saat ini kita melihat dan mengalami situasi yang
pernah dialami oleh mereka, meski dengan nama dan gejala serta dampak yang
berbeda
Tahun 1347-1351, Eropa mengalami pagebluk yang dikenal dengan Black Death (Wabah Hitam) yang
menghabisi 30% sampai 60% penduduk Eropa. Secara umum, wabah tersebut telah
mengurangi sekitar 475 juta penduduk menjadi 350-375 juta penduduk pada Abad
ke-14 Ms.
Pada tahun 1918-1919 sebuah virus
menyebar ke penjuru dunia yang dikenal dengan Pandemi Flu Spanyol. Kasus
pertama tercatat pada musim semi 1918 yang terjadi di antara tentara Amerika
Serikat selama Perang Dunia I. Penyebabnya adalah virus Influenza H1N1 atau flu
burung yang berasal dari unggas. Meskipun jumlah total korban virus ini tidak
diketahui pasti, banyak yang menyebutkan diperkirakan lebih dari 50 juta orang dan beberapa mencapai 100 juta
korban tewas.
Wabah pes pernah melanda Pulau
Jawa pada 1911-1916. Di Jawa Timur, total ada 37.012 orang meninggal dunia kena
sampar. Di Jawa Tengah, 2.007 jiwa melayang. Di Jawa Barat, ada 6 korban jiwa.
Pada tahun 2002-2003 muncul
pandemi bernama Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) yang disebabkan oleh
SARS-CoV. Kasus pertama terjadi pada tahun 2002 di selatan China, tepatnya
di Provinsi Guangdong. SARS-CoV
setidaknya menyebar ke 26 negara dan menginfeksi lebih dari 8.000 orang.
Dan kini, sejak tahun 2020 dunia
diguncang dengan pandemi Covid-19. Apa yang jauh itu saat ini begitu dekat
bahkan beberapa meter dari rumah kita dan menjadi kenyataan baru yang
mempengaruhi kehidupan yang kita jalani setiap hari. Matahari yang sama terbit
dan tenggelam seperti biasanya, namun kehidupan yang kita jalani hari-hari ini
begitu berbeda dengan sebelumnya. Pandemi Covid-19 telah menciptakan ketidakpastian
baru baik dalam iklim bisnis, pendidikan, kesehatan dll.
Apa yang kita lihat setiap hari
dan apa yang kita dengar berkali-kali tentu akan mempengaruhi alam pikiran dan
tindakan kita. Jika kita terus menerus mengisi mata dan pikiran serta telinga
dengan berita buruk dan menakutkan mengenai Covid-19 yang terus menerus memakan
korban, maka kita akan dihantui rasa was-was dan tersandera kebebasan kita
untuk melakukan banyak hal.
Tanpa harus mengendurkan aturan
pemerintah dalam menjaga protokol kesehatan individu dan komunal (menggunakan
masker, menjaga jarak fisik, tidak bersentuhan tangan, mencuci tangan dll) dan
tanpa harus mengabaikan perkembangan situasi pandemi Covid-19 di sekeliling
kita, maka kita harus melakukan perimbangan informasi agar kesadaran dan
tindakan kita tetap rasional dan kesehatan mental alias kesehatan pikiran dan
psikis kita tetap prima.
Kesehatan mental alias kesehatan
pikiran dan kesehatan psikis ini sangat diperlukan saat ini selain kesehatan
fisik. Jika kesehatan fisik bertujuan agar kita tidak mudah terpapar Covid-19,
karena stamina yang menurun akan menurunkan tingkat imun sehingga mudah
terpapar virus membahayakan ini. Maka kesehatan pikiran dan psikis diperlukan
agar kita tidak mudah terguncang secara mental dan psikis.
Seperti dikatakan dalam Filipi
4:8, Jadi akhirnya, saudara-saudara,
semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua
yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji,
pikirkanlah semuanya itu. Kalimat, “pikirkanlah semuanya itu” dalam teks
bahasa Yunani, ταυτα λογιζεσθε - tauta logizesthe. Kata Yunani logizomai bermakna, “menghitung”, “memperhitungkan”,
“memikirkan”.
Memikirkan, mempertimbangkan
adalah sebuah aktifitas mental atau pikiran. Apa yang harus dipikirkan? Semua yang
benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis,
semua yang sedap didengar, semua yang patut dipuji, semua yang disebut
kebajikkan. Jika bad news kita
pikirkan maka good news perlu kita
pikirkan agar terjadi keseimbangan. Jika berita negatif dan menakutkan kita
perhatikan untuk membaca keadaan maka berita positif dan menimbulkan
pengharapan kita tanamkan agar menimbulkan semangat dan kekuatan.
Sumber kebaikan dan kebenaran
tentu saja Firman Tuhan. Maka kita perlu membaca walau satu ayat Firman Tuhan
agar tumbuh kekuatan dan pengharapan serta kepastian arah tujuan. Membaca buku bertema
informatif dan ringan dapat mengalihkan kita dari kengerian. Membaca novel
dapat membangkitkan imajinasi positif. Mendengarkan musik termasuk yang bertema
terapeutik (penyembuhan) membantu meningkatkan stamina mental dan psikis kita.
Marilah kita berdoa agar badai
Covid-19 segera berlalu dan kehidupan normal berjalan kembali. Marilah kita
meningkatkan kewaspadaan dan menjaga kesehatan badan dan pikiran agar tidak
mudah terpapar virus Covid-19 dan tidak dirundung ketakutan serta keputusasaan.
Di atas semuanya, kita meletakkan
keyakinan dan pengharapan bahwa Tuhan yang menyertai kita di masa kelegaan
adalah Tuhan yang menyertai kita di masa kesesakkan. Jika pandemi Covid-19
adalah masa kesesakan yang diijinkan terjadi, marilah kita menjalani dan
menghadapi dengan kekuatan yang daripada-Nya sebagaimana dikatakan, Segala
perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Fil 4:13)
No comments:
Post a Comment