Beberapa hari ini, berita duka mengenai kematian teman dan
kenalan mewarnai berita-berita yang masuk di group Whatsap dan Facebook saya.
Rasanya kematian karena virus Covid begitu dekat dan bergentayangan menghantui
seluruh gerak dan aktifitas kita. Semua ini mengingatkan betapa rapuh dan
rentannya diri kita sehingga sewaktu-waktu kematian datang menyergap.
Sebagai orang beriman, penyebarluasan pandemi dan dampak
mematikan yang mengiringinya bukan sekedar aktivitas organisme jahat bernama
Virus Covid-19 yang jika diteropong dengan menggunakan mikroskop berbentuk
"paku-paku yang mengelilingi permukaan luarnya" (https://covid19.go.id/p/hoax-
Dari
kacamata iman, keberadaan wabah dan sampar bisa dihubungkan dengan pesan-pesan
Tuhan yang harus kita tafsirkan dan temukan. Bisa jadi Tuhan menyatakan
peringatan dan hukuman sebagaimana pada zaman dahulu kala ketika terjadi sampar
dan wabah.Kita tidak bisa menghakimi dan memastikan bahwa Covid-19 yang terjadi
di hari ini apakah sebagai bentuk hukuman atau teguran sebagai bentuk dosa-dosa
sosial manusia yang telah merusak lingkungan namun dibalik semua ini tentu ada
maksud dan kehendak Tuhan yang hendak menyatakan kuasa, kekuatan dan
teguran-Nya.
Dibalik
pandemi selalu ada maut yang mengintai dan mengancam kehidupan. Sebagaimana
dikatakan Wahyu 6:8 sbb:
"Dan
aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning dan orang yang
menungganginya bernama Maut dan kerajaan maut mengikutinya. Dan kepada mereka
diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan
kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi"
Berkaca
dari Firman Tuhan di atas, maka dalam situasi pandemi ini, kita harus
mensinergikan antara pendekatan material dan pendekatan spiritual untuk
mengatasi situasi menyesakkan ini.
Pendekatan
material berarti kita melakukan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan
bada melalui pendekatan yang disarankan oleh otoritas medis dan pemerintah.
Sementara pendekatan spiritual berarti kita melakukan permohonan kepada Tuhan
agar melakukan intervensi Ilahi dengan menjauhkan kita dari wabah dan bencana
yang merajalela dalam bentuk pandemi Covid-19.
Tidak
ada yang lebih penting diantara keduanya karena keduanya saling mengisi dan
melengkapi (pendekatan material dan pendekatan spiritual). Tidak perlu menertawakan
mereka yang menaikkan doa memohon Tuhan segera menyingkirkan bencana dan
melakukan perlindungan nyata terhadap umat-Nya. Tidak perlu meremehkan mereka
yang dengan patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan yang telah
dianjurkan dilakukan.
Itulah
sebabnya dikatakan dalam 2 Tawarikh 7:14 sbb:
dan
umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari
wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar
dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka
Perhatikan frasa, "serta akan memulihkan negeri mereka". Dalam teks bahasa Ibrani וארפא את־ארצם (weerpa et artsam) yang jika diterjemahkan secara literal, "dan Aku akan menyembuhkan negeri mereka". Jika ingin ada pemulihan atau kesembuhan terhadap negeri, maka bukan hanya upaya yang bersifat material yang dilakukan melainkan upaya spiritual dengan menaikkan doa pengakuan dosa dan memohon perlindungan serta menghalau segala mara bahaya.
Berbicara
mengenai perlindungan dan kuasa Tuhan, jangan membatasi kuasa Tuhan berkarya
seolah-olah Tuhan tidak bisa memakai sejumlah medium sebagai sarana kesembuhan
dan pemulihan.
Jika
kita membaca kesaksian 2 Raja-raja 2:19-22 kita akan melihat bagaimana Nabi
Elisha melakukan doa pentahiran dengan menggunakan medium garam. Narasi 2
Raja-raja 2:19-22 bisa dikatakan karir permulaan Elisha paska diambilnya Elia
ke Sorga dengan kereta berapi diiringi angin badai.
Perbuatan ajaib yang dilakukan Elisha setelah menerima “dua
bagian roh” (shenayim ruakh, Ibr) yang dimiliki Elia adalah
menawarkan air yang menyebabkan kematian dan keguguran bayi (mawet
umeshakalet, Ibr) melalui garam (melakh, Ibr) yang dilempar ke dalam
air dengan diucapkan sabda Tuhan, Kemudian pergilah ia ke mata air
mereka dan melemparkan garam itu ke dalamnya serta berkata: "Beginilah
firman Yahweh: Telah Kusehatkan air ini, maka tidak akan terjadi lagi olehnya
kematian atau keguguran bayi (2 Raj 2:21).
Apa yang terjadi setelah garam yang dilemparkan ke air
tersebut? “Demikianlah air itu menjadi sehat (wayerafe hamayim, Ibr)
sampai hari ini sesuai dengan firman yang telah disampaikan Elisa” (2
Raj 2:22).
Jangan membatasi apa yang bisa Tuhan lakukan di
masa lalu untuk dilakukan-Nya di masa kini, sekalipun dalam bentuk yang berbeda. Itulah sebabnya saya
pernah mengajak jemaat-jemaat yang saya gembalakan untuk menaikan doa
permohonan sebagai bentuk upaya dan ikhtiar mengatasi pandemi dengan pendekatan
spiritual melalui doa mengoleskan minyak diambang pintu dengan lambang salib
dan menaburkan garam ke luar ruangan setelah didoakan dengan penumpangan tangan
Muara dari midrash ini
adalah pandemi bukan sekedar beredarnya organisme virus yang harus dihindari
dengan sejumlah protokol medis. Pandemi adalah tanda-tanda yang harus dibaca
dengan mata batin yang tajam dan dihadapi dengan iman kepada kuasa Tuhan.
Jika
berbicara mengenai kuasa Tuhan, janganlah kita membatasi cara Tuhan berkarya
dan membatasi cara kita menyatakan kuasa Tuhan dalam kehidupan nyata.
Doa dengan iman dan penggunaan sarana yang tersedia dan disediakan alam bukanlah lahir dari kesesatan dan pencampuran iklan kepercayaan. Sebaliknya, wujud kuasa Tuhan yang tidak dapat dibatasi oleh apapun.
Jika Tuhan YHWH dapat menggunakan keledai
untuk mengingatkan Bileam (Bil 22:21-35), bukankah Tuhan bisa dan pernah
membuat manis air pahit di Mara hanya dengan sebuah kayu yang dilempar (Kel
15:25)? Bahkan air sumur di Yerikho tidak lagi mendatangkan kematian oleh
karena sarana garam (2 Raj 2:21)?
Marilah kita berseru memohon intervensi surgawi dalam situasi pandemi ini.
No comments:
Post a Comment