Friday, September 5, 2025

NEHEMIA DAN KETELADANAN DALAM MENGAMBIL KEBIJAKKAN

Sumber gambar: bible.art

Beberapa hari kemarin, mata dan telinga kita tertuju pada situasi yang mencekam bukan hanya di ibukota Jakarta melainkan di hampir semua titik di wilayah Indonesia baik di Jawa maupun luar Jawa. Demonstrasi mahasiswa yang menuntut integritas dan kinerja para pejabat khususnya para wakil rakyat benar-benar menyita perhatian kita akhir-akhir ini.

Sayangnya, peristiwa demonstrasi harus diwarnai kerincuhan karena berbagai tindakan anarkis yang merusakkan banyak bangunan penting dan sarana prasarana milik publik. Mulai dari pembakaran sejumlah gedung, penjarahan rumah para wakil rakyat termasuk sejumlah menteri yang tidak ada sangkut pautnya dengan aksi demonstrasi. Bahkan yang mengenaskan adalah jatuhnya korban di kedua belah pihak baik aparat kepolisian maupun masyarakat termasuk mahasiswa. Ada seorang sopir ojol yang terlindas kendaraan baracuda aparat kepolisian. Ada petugas kepolisian yang mengalami kritis pasca demonstrasi berujung kematian.

Di tengah suara kemarahan publik akhir-akhir ini, tersirat sebuah bentuk kemuakkan dan ketidakpercayaan publik terhadap kebijakkan yang dikeluarkan oleh pemerintah (eksekutof) maupun wakil rakyat (legislatif). Hilangnya trust kepada pemerintah dan pejabat negara saat ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk korupsi, ketidaktransparansi, dan kebijakan yang dinilai tidak pro-rakyat. Data menunjukkan bahwa sekitar 25% masyarakat Indonesia tidak percaya pada pemerintah, dengan angka kepercayaan terhadap lembaga seperti DPR dan partai politik yang sangat rendah. Korupsi, pelanggaran HAM, dan kebijakan publik yang dinilai tidak pro-rakyat menjadi akar utama masalah ini.

Di era media sosial di mana kehidupan dan perkataan serta tindakan seseorang bahkan berbagai keputusan atau kebijakkan yang dikeluarkan institusi apapun dapat dikontrol dan diawasi oleh publik serta dikomentari dengan aneka ragam penilaian, membuat kita menjadi serba salah dan mudah selalu disalahkan seolah-olah tidak ada yang baik yang telah dikerjakan oleh seseorang yang duduk di pemerintahan atau sebagai wakil rakyat.

Kekristenan bukan sekedar berbicara mengenai hubungan personal dengan Tuhan yang dibangun melalui ibadah harian atau ibadah pekanan sebagai wujud kesalehan individual namun Kekristenan berbicara mengenai bagaimana kita bisa menjadi warga kerajaan Tuhan sekaligus menjadi warga kerajaan dunia yang berkontribusi menciptakan kehidupan sosial, ekonomi, budaya yang baik melalui pekerjaan yang kita miliki.

Kitab Suci TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) atau lazim kita menyebutnya Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru memberikan sejumlah petunjuk, pedoman, teladan bagaimana menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui pengetahuan, kompetensi kerja dan keteladanan moral. Sebut saja salah satunya dan kita akan belajar dari Nehemia.

Ketika kita membaca Kitab Nehemia kita akan teringat Kitab Ezra. Ya, Ezra and Nehemia adalah rekan seangkatan, dan mereka berdua menulis tentang pembangunan kembali Yerusalem, yang terjadi sekitar tujuh puluh tahun setelah dihancurkan oleh pasukan Babel di bawah pimpinan Nebukadnezar. Ezra menulis tentang pembangunan kembali bait di bawah Zerubabel, sedangkan Nehemia menulis tentang pembangunan kembali tembok Yerusalem.

Nehemia, demikian namanya atau dalam bahasa Ibrani Nekhem-Yah adalah anak Hakhalya, (Nehemia 1:1) dan kemungkinan dari Suku Yehuda. Leluhurnya tinggal di Yerusalem, tetapi Nehemia tinggal dan berdinas di Persia. (Nehemia 2:3). Nehemia pernah bekerja dengan memangku jabatan yang tinggi, yaitu sebagai seorang juru minuman raja Artahsasta dari Kekaisaran Persia. Ketika ia mendengar bahwa orang-orang yang tinggal di Yerusalem berada dalam keadaan tercela dan dalam kesulitan besar, ia meninggalkan pekerjaannya dan pergi ke Yerusalem. Di sana ia diangkat sebagai bupati dan berhasil membangun tembok kota Yerusalem.

Pelajaran berharga yang dapat kita peroleh dari Nehemia sebagai pejabat publik, bahwasanya Nehemia selalu mengarahkan rakyatnya memiliki dan terkoneksi dengan Yang Maha Tinggi. Ketika orang-orang itu mulai membangun kembali kota itu, prioritas pertamanya adalah memastikan mereka memahami Hukum Musa. Imam Ezra membacakan Torah selama berjam-jam di hadapan umat, supaya setiap mereka memahami kehendak Tuhan. Nehemia 8:18 mencatat, "Bagian-bagian kitab Torah YHWH itu dibacakan tiap hari, dari hari pertama sampai hari terakhir. Tujuh hari lamanya mereka merayakan hari raya itu dan pada hari yang kedelapan ada pertemuan raya sesuai dengan peraturan."

Salah satu keteladanan Nehemia sebagai pejabat publik diperlihatkan saat dirinya tidak mengeluarkan kebijakkan yang memberatkan publik sebagaimana pejabat sebelumnya. Nehemia 5:14-15 menuliskan demikian, “Pula sejak aku diangkat sebagai bupati di tanah Yehuda, yakni dari tahun kedua puluh sampai tahun ketiga puluh dua pemerintahan Artahsasta  jadi dua belas tahun lamanya, aku dan saudara-saudaraku tidak pernah mengambil pembagian yang menjadi hak bupati. Tetapi para bupati yang sebelumnya, yang mendahului aku, sangat memberatkan beban rakyat. Bupati-bupati itu mengambil dari mereka empat puluh syikal perak sehari untuk bahan makanan dan anggur. Bahkan anak buah mereka merajalela atas rakyat. Tetapi aku tidak berbuat demikian karena takut akan Tuhan”.

Sumber gambar: bibleencylopedia.com 

Nehemia memisahkan dan membedakan dirinya dari bupati sebelumnya yang lalim dengan mengambil 40 syikal perak sehari bahkan anak buah petinggi tersebut menindas rakyatnya namun dirinya tidak mau melakukan kelalilam tersebut. Mengapa? Sebagaimana dikatakan Nehemia, Ken mipenei yir’at Elohim (karena Takut akan Tuhan). Frasa “Takut akan Tuhan” kerap hanya dimaknai secara sempit sebagai bentuk ketaatan religius berupa mematuhi perintah yang berkaitan dengan ibadah personal di hadapan Tuhan. Nehemia memberikan teladan pada kita bahwa Takut akan Tuhan atau bakti kepada Tuhan dapat menjadi sumber mengeluarkan kebijakkan politik dan ekonomi yang mendatangkan kesejahteraan rakyat.

Bukankah telah dikatakan, Yir’at YHWH shenot ra’a (takut akan YHWH membenci kejahatan, Ams 8:13)? Kata kunci dari semua perilaku Nehemia bukan perihal tidak mau menerima gaji yang menjadi haknya, melainkan kesalehannya mencegah dirinya dari perbuatan lalim dengan menyalahgunakan gaji yang harus diterimannya.

Apabila Anda adalah pejabat publik, pejabat pemerintah, wakil rakyat, pengambil keputusan yang kerap bersingungan dengan masyarakat sadarilah bahwa tugas Anda adalah pengemban amanat rakyat yang harus melayani dan mengusahakan kesejahteraan rakyat.

 

No comments:

Post a Comment