Semua
orang yang pernah menaiki pesawat mungkin pernah mendengar istilah turbulensi,
terlepas tidak semua orang pernah mengalaminya. Turbulensi adalah istilah yang
merujuk pada gerak bergolak tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir.
Dalam
konteks penerbangan, turbulensi dapat diartikan sebagai kondisi di mana
kecepatan aliran udara berubah drastis, yang dapat menyebabkan guncangan pada
pesawat. Turbulensi ini dapat terjadi akibat gesekan atau perubahan tekanan
aliran udara dan dapat menyebabkan masalah serius seperti kehilangan kendali
pesawat.
Ketika
pesawat kita tengah mengudara dan dalam posisi ideal melihat pemandangan, hati
diliputi kekaguman dan kegembiraan bisa melihat pemandangan di bawah layaknya
seekor burung. Melihat dari atas tentu berbeda melihat dari bawah. Belum lagi
langit biru membias dengan serpihan awan putih tipis melengkapi keindahan yang
kita lihat dari atas ketinggian .
Namun
apa yang terjadi jika tiba-tiba cuaca berubah menjadi gumpalan awan hitam nan
tebal yang mengepung perjalan pesawat kita sementara kilat dan guntur menyambar
dan menyemburkan kilatan mengerikan sementara pesawat yang kita naiki bergoncang
hebat. Tentu saja senyuman kebahagiaan akan berubah menjadi rapalan doa-doa dan
jeritan kepanikkan bukan? Pada saat situasi turbulensi, para penumpang hanya
mempercayakan pada Tuhan untuk memberi keselamatan dan pilot pesawat untuk
dapat membawa pesawatnya melewati situasi menakutkan tersebut.
Layaknya
sebuah pelayaran, demikianlah kehidupan. Layaknya sebuah penerbangan,
demikianlah yang kita jalani dalam keseharian.Entah berapa kali disadari atau
tidak disadari kita kerap berhadapan dengan situasi turbulensi yang membuat
perjalanan hidup kita mengalami berbagai goncangan entah dikarenakan kesalahan
kita mengambil keputusan atau akibat kejahatan yang dilakukan pihak lain
terhadap kita serta berbagai peristiwa eksternal (pandemi global, perang antar
negara, kerusuhan nasional dsj) yang tidak pernah kita duga sebelumnya dan
membawa dampak sistemik kepada kehidupan keseharian.
Kehidupan
paling mahir memberikan kepada manusia berbagai kejutan baik yang membahagiakan
maupun yang menyedihkan. Orang Kristiani tidak luput bakal menerima kejutan-kejutan
dalam hidup. Tidak karena kita menjadi orang yang telah mendapatkan status Anak
Tuhan lantas kita mendapatkan sejumlah privilege
atau keistimewaan bakal tidak mendapatkan guncangan dalam kehidupan,
sebagaimana kerap diucapkan beberapa pengkotbah Injil Kemakmuran yang mereduksi
kehidupan Kristiani menjadi satu wajah belaka yaitu keberhasilan, kemakmuran,
kemenangan, kebahagiaan, kejayaan.
Kitab
Habakuk 3:17 memotret realita turbulensi dalam kehidupan dengan mengambil
contoh dalam konteks dunia pertanian masa itu yaitu: te’enah lo tifrakh (pohon ara tidak berbunga), ein yevul bagevanim (pohon anggur tidak berbuah), kihesh maasyeh zayit (hasil pohon zaitun
mengecewakan), shedemot lo asyah okel
gazar (sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan), mimiklah tson weein baqar barefatim
(kambing domba terhalau dari kurungan dan
tidak ada lembu sapi dalam kandang).
Semua
hal yang disebutkan di atas adalah properti dan saham paling berharga yang
dimiliki bagi orang yang hidup di era agraris kala itu. Jika disetarakan dengan
situasi sekarang kondisi di atas adalah, bisnis rumah makan tidak membuat balik
modal, bisnis hotel tidak mendatangkan pengunjung, bisnis toko elektronik
menimbulkan kerugian dst.
Kitab
Habakuk tidak hanya berhenti memotret realita hidup yang pahit dan krisis yang
bakal datang tanpa kita minta dan undangan namun selalu pasti datang dalam
aneka rupa wajah namun mengajak kita untuk mengambil jarak dari kesedihan dan
rasa sakit dan mengambil alih kembali kendali atas hidup kita, betapapun itu
berat.
Habakuk
3:18 menuliskan, waani ba YHWH e’lozah
agilah belohe yishi (namun aku akan bersorak-sorak di dalam YHWH, beria-ria
di dalam Tuhan yang menyelamatkan aku). Pernyataan ini bukan bermakna kita
tidak bisa bersedih dan tidak boleh meratapi situasi dan bertindak seolah-olah
menjadi orang yang tidak memiliki perasaan apapun. Ayat ini lebih menggambarkan
situasi pengendalian situasi dan kita mengambil alih kembali untuk menghadapi
situasi krisis dan turbulensi dalam kehidupan. Kita diminta untuk mengalihkan
fokus perhatian dari masalah ke solusi atau penyelesaian masalah. Kita diminta
untuk mengalihkan dari kesedihan ke kedamaian.
Bayangkan
jika kita terus menerus larut dalam kesedihan dan rasa sakit dan tidak segera
bangkit maka kondisi yang kita alami akan semakin buruk. Justru kita harus
tetap membuat pikiran kita jernih dan hati kita tenang agar bisa menemukan
solusi dan bangkit dari keterpurukan.
Apa
alasan kita, bersorak-sorak di dalam
YHWH, beria-ria di dalam Tuhan yang menyelamatkan kita? Habakuk 3:19
menuliskan, YHWH Adonay kheyli, wayashem
raglay kaayalot we al bamotay yadrikeni (YHWH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat
kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku). Ya,
karena YHWH, Tuhan Pencipta dan Bapa Surgawi adalah kekuatan kita. Dalam
konteks iman Kristiani, Sang Bapa di dalam Sang Putra adalah sumber kekuatan
kita dalam menjalani aneka rupa wajah kehidupan, kebahagiaan maupun kesusahan.
Dialah yang membuat kaki kita seperti rusa yang lincah dan membuat kita
berjejak di perbukitan persoalan.
Krisis
dan turbulensi boleh saja mengguncangkan perekonomian dan kenyamanan kita
sehari-hari bahkan mengancam masa depan. Apa yang berharga dan kita miliki
telah habis dan dihabisi. Namun jika kita masih memiliki Tuhan Sang Bapa dan
Sang Putra Juruslamat kita melalui iman dan pengharapan yang kita jangkarkan
pada-Nya maka kita masih memiliki sumber kehidupan dan jalan keluar yang akan
menuntun kita pada pemulihan.
Dalam
setiap midrash, kotbah yang saya tuliskan atau sampaikan secara lisan selalu
menekankan perihal stamina spiritual, kekuatan, ketabahan, keberanian menghadapi
kesulitan dalam hidup melalui manajemen krisis karena kotbah-kotbah doktrinal
yang hanya mendaraskan pengetahuan belaka tidak cukup memberikan perlengkapan
dan kekuatan kepada umat untuk menghadapi turbulensi dan krisis kehidupan yang
bergerak di wilayah mental dan spiritual.
Seberat
apapun situasi krisis dan turbulensi yang kita alami, segeralah kita mengambil
jarak dari situasi krisis dan mengambil kendali sehingga kita bisa menghadapi
situasi tersebut dengan kekuatan Tuhan bersama kita
No comments:
Post a Comment