Friday, September 26, 2025

BERSIAP SELALU DENGAN SITUASI TURBULENSI

Sumber gambar: aeroknowledge.blogspot.com

Semua orang yang pernah menaiki pesawat mungkin pernah mendengar istilah turbulensi, terlepas tidak semua orang pernah mengalaminya. Turbulensi adalah istilah yang merujuk pada gerak bergolak tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir.

Dalam konteks penerbangan, turbulensi dapat diartikan sebagai kondisi di mana kecepatan aliran udara berubah drastis, yang dapat menyebabkan guncangan pada pesawat. Turbulensi ini dapat terjadi akibat gesekan atau perubahan tekanan aliran udara dan dapat menyebabkan masalah serius seperti kehilangan kendali pesawat.

Ketika pesawat kita tengah mengudara dan dalam posisi ideal melihat pemandangan, hati diliputi kekaguman dan kegembiraan bisa melihat pemandangan di bawah layaknya seekor burung. Melihat dari atas tentu berbeda melihat dari bawah. Belum lagi langit biru membias dengan serpihan awan putih tipis melengkapi keindahan yang kita lihat dari atas ketinggian .

Namun apa yang terjadi jika tiba-tiba cuaca berubah menjadi gumpalan awan hitam nan tebal yang mengepung perjalan pesawat kita sementara kilat dan guntur menyambar dan menyemburkan kilatan mengerikan sementara pesawat yang kita naiki bergoncang hebat. Tentu saja senyuman kebahagiaan akan berubah menjadi rapalan doa-doa dan jeritan kepanikkan bukan? Pada saat situasi turbulensi, para penumpang hanya mempercayakan pada Tuhan untuk memberi keselamatan dan pilot pesawat untuk dapat membawa pesawatnya melewati situasi menakutkan tersebut.

Layaknya sebuah pelayaran, demikianlah kehidupan. Layaknya sebuah penerbangan, demikianlah yang kita jalani dalam keseharian.Entah berapa kali disadari atau tidak disadari kita kerap berhadapan dengan situasi turbulensi yang membuat perjalanan hidup kita mengalami berbagai goncangan entah dikarenakan kesalahan kita mengambil keputusan atau akibat kejahatan yang dilakukan pihak lain terhadap kita serta berbagai peristiwa eksternal (pandemi global, perang antar negara, kerusuhan nasional dsj) yang tidak pernah kita duga sebelumnya dan membawa dampak sistemik kepada kehidupan keseharian.

Kehidupan paling mahir memberikan kepada manusia berbagai kejutan baik yang membahagiakan maupun yang menyedihkan. Orang Kristiani tidak luput bakal menerima kejutan-kejutan dalam hidup. Tidak karena kita menjadi orang yang telah mendapatkan status Anak Tuhan lantas kita mendapatkan sejumlah privilege atau keistimewaan bakal tidak mendapatkan guncangan dalam kehidupan, sebagaimana kerap diucapkan beberapa pengkotbah Injil Kemakmuran yang mereduksi kehidupan Kristiani menjadi satu wajah belaka yaitu keberhasilan, kemakmuran, kemenangan, kebahagiaan, kejayaan.

Kitab Habakuk 3:17 memotret realita turbulensi dalam kehidupan dengan mengambil contoh dalam konteks dunia pertanian masa itu yaitu: te’enah lo tifrakh (pohon ara tidak berbunga), ein yevul bagevanim (pohon anggur tidak berbuah), kihesh maasyeh zayit (hasil pohon zaitun mengecewakan), shedemot lo asyah okel gazar (sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan), mimiklah tson weein baqar barefatim (kambing domba terhalau dari kurungan dan tidak ada lembu sapi dalam kandang).

Semua hal yang disebutkan di atas adalah properti dan saham paling berharga yang dimiliki bagi orang yang hidup di era agraris kala itu. Jika disetarakan dengan situasi sekarang kondisi di atas adalah, bisnis rumah makan tidak membuat balik modal, bisnis hotel tidak mendatangkan pengunjung, bisnis toko elektronik menimbulkan kerugian dst.

Kitab Habakuk tidak hanya berhenti memotret realita hidup yang pahit dan krisis yang bakal datang tanpa kita minta dan undangan namun selalu pasti datang dalam aneka rupa wajah namun mengajak kita untuk mengambil jarak dari kesedihan dan rasa sakit dan mengambil alih kembali kendali atas hidup kita, betapapun itu berat.

Habakuk 3:18 menuliskan, waani ba YHWH e’lozah agilah belohe yishi (namun aku akan bersorak-sorak di dalam YHWH, beria-ria di dalam Tuhan yang menyelamatkan aku). Pernyataan ini bukan bermakna kita tidak bisa bersedih dan tidak boleh meratapi situasi dan bertindak seolah-olah menjadi orang yang tidak memiliki perasaan apapun. Ayat ini lebih menggambarkan situasi pengendalian situasi dan kita mengambil alih kembali untuk menghadapi situasi krisis dan turbulensi dalam kehidupan. Kita diminta untuk mengalihkan fokus perhatian dari masalah ke solusi atau penyelesaian masalah. Kita diminta untuk mengalihkan dari kesedihan ke kedamaian.

Bayangkan jika kita terus menerus larut dalam kesedihan dan rasa sakit dan tidak segera bangkit maka kondisi yang kita alami akan semakin buruk. Justru kita harus tetap membuat pikiran kita jernih dan hati kita tenang agar bisa menemukan solusi dan bangkit dari keterpurukan.

Apa alasan kita, bersorak-sorak di dalam YHWH, beria-ria di dalam Tuhan yang menyelamatkan kita? Habakuk 3:19 menuliskan, YHWH Adonay kheyli, wayashem raglay kaayalot we al bamotay yadrikeni (YHWH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku). Ya, karena YHWH, Tuhan Pencipta dan Bapa Surgawi adalah kekuatan kita. Dalam konteks iman Kristiani, Sang Bapa di dalam Sang Putra adalah sumber kekuatan kita dalam menjalani aneka rupa wajah kehidupan, kebahagiaan maupun kesusahan. Dialah yang membuat kaki kita seperti rusa yang lincah dan membuat kita berjejak di perbukitan persoalan.

Krisis dan turbulensi boleh saja mengguncangkan perekonomian dan kenyamanan kita sehari-hari bahkan mengancam masa depan. Apa yang berharga dan kita miliki telah habis dan dihabisi. Namun jika kita masih memiliki Tuhan Sang Bapa dan Sang Putra Juruslamat kita melalui iman dan pengharapan yang kita jangkarkan pada-Nya maka kita masih memiliki sumber kehidupan dan jalan keluar yang akan menuntun kita pada pemulihan.

Dalam setiap midrash, kotbah yang saya tuliskan atau sampaikan secara lisan selalu menekankan perihal stamina spiritual, kekuatan, ketabahan, keberanian menghadapi kesulitan dalam hidup melalui manajemen krisis karena kotbah-kotbah doktrinal yang hanya mendaraskan pengetahuan belaka tidak cukup memberikan perlengkapan dan kekuatan kepada umat untuk menghadapi turbulensi dan krisis kehidupan yang bergerak di wilayah mental dan spiritual.

Seberat apapun situasi krisis dan turbulensi yang kita alami, segeralah kita mengambil jarak dari situasi krisis dan mengambil kendali sehingga kita bisa menghadapi situasi tersebut dengan kekuatan Tuhan bersama kita

No comments:

Post a Comment