Thursday, October 23, 2025

MENJADIKAN SEGALA SESUATU BAIK

Di sebuah kota kecil bernama Nha Trang, Vietnam, hidup seorang pria sederhana bernama Tong Phuoc Phuc. Meski sebuah kota kecil, Nha Trang banyak menyimpan potensi wisata mulai dari air terjun Ba Ho dan mata air peri serta menara Po Nagar Cham yang dibangun dari Abad ke-7 Ms hingga ke-12 Ms.

Tong Phuoc Phuc bukan orang kaya, bukan pula tokoh terkenal. Tapi di balik kesederhanaannya, tersimpan hati yang luar biasa lembut. Semuanya bermula pada tahun 2001, saat istrinya menjalani persalinan di rumah sakit. Tong duduk di ruang tunggu, menunggu kabar bahagia tentang kelahiran anaknya. Tapi di tengah penantian itu, matanya menangkap pemandangan yang membuat dadanya sesak.

Berkali-kali, ia melihat perempuan muda keluar dari ruang bersalin tanpa membawa bayi. Ia bertanya-tanya di mana bayi mereka? Dari seorang perawat, ia akhirnya tahu: banyak dari perempuan itu melakukan aborsi. Janin-janin kecil itu dibuang begitu saja, tanpa nama, tanpa tempat peristirahatan.

Sejak hari itu, hati Tong tak tenang. Ia merasa seolah mendengar tangisan sunyi dari jiwa-jiwa kecil yang tak sempat mengenal dunia. Maka, dengan uang tabungannya yang sedikit, ia membeli sepetak tanah di lereng bukit Hon Thom. Di sanalah ia mulai melakukan sesuatu yang dianggap gila oleh banyak orang yaitu menguburkan janin-janin hasil aborsi secara layak.

Hari demi hari, tahun demi tahun, ia datang ke rumah sakit, mengambil sisa-sisa janin yang dibuang, dan menguburkannya satu per satu. Ia membuat salib kecil di setiap gundukan tanah, berdoa dengan tenang, memanggil mereka dengan sebutan “anak-anakku.” Sungguh sebuah tindakan kemanusiaan yang luar biasa dan menakjubkan!

Awalnya, banyak yang menertawakannya. Ada yang menyebutnya aneh bahkan gila. Tapi Tong tak peduli dengan semua ejekan tersebut. Baginya, setiap janin, sekecil apa pun, tetap memiliki hak untuk dihormati. Dalam 15 tahun, lebih dari 10.000 janin telah ia kuburkan dengan tangannya sendiri.

Namun seiring waktu, Tong menyadari akar masalahnya bukan di rumah sakit, tapi di hati para ibu. Ia tahu, banyak perempuan yang memilih aborsi bukan karena benci pada anaknya, tapi karena takut dan putus asa. Mereka miskin, ditinggalkan pasangan, atau tidak diterima keluarga.

Dari kesadaran itulah, Tong membuka rumah perlindungan bagi ibu hamil yang ingin menggugurkan kandungan. Di sana, mereka diberi tempat tinggal, makanan, dan dukungan hingga melahirkan. Setelah bayi lahir, bila sang ibu tak sanggup membesarkan anaknya, Tong dan istrinya dengan tulus mengasuhnya.

Kini, puluhan anak tumbuh di bawah naungan kasihnya. Mereka memanggilnya “ayah.” Tong menyebut mereka “anak-anak surga.” Ketika ditanya mengapa ia melakukan semua itu, Tong hanya tersenyum dan berkata, “Saya hanya ingin memberi mereka tempat untuk beristirahat dengan damai, dan memberi kesempatan bagi bayi-bayi berikutnya untuk hidup”

Dari tangan seorang pria sederhana, lahirlah pelajaran besar tentang kemanusiaan, bahwa cinta sejati bukan hanya memberi hidup, tapi juga menghargai kehidupan, bahkan yang belum sempat bernapas. Kisah ini bukan hanya tentang kematian, tapi tentang belas kasih yang melampaui logika, tentang seorang manusia yang menolak membiarkan dunia kehilangan rasa.

Tong Phuoc Phuc nampaknya seorang Kristiani karena makam janin yang dia buat dipasangi tanda salib. Tong Phuoc Phuc telah memberikan teladan sebagai pengikut Yesus yang baik. Bagaimana dengan kita?

Sebagai orang Kristiani dan murid-murid Sang Juruslamat kita diingatkan untuk meneladan Yesus Sang Mesias, Juruslamat serta Junjungan Yang Ilahi dalam Filipi 2:5, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus…”. Demikian pula dikatakan dalam 1 Petrus 2:21, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya”.

Ya, Yesus telah memberikan hupogrammon (teladan) dan ichnesin (jejak) untuk kita ikuti baik dalam perkataan, pikiran serta tindakkan. Teladan dan jejak mana yang telah beliau tinggalkan kepada kita? Masih ingat kasus Yesus membebaskan seorang wanita tuna susila dari hukuman rajam? Yesus bukan kompromi terhadap dosa namun mengasihi orang berdosa dan memuliakan manusia melebihi hukum yang dibuat manusia. Toch Yesus membuat perempuan tuna susila tersebut untuk berhenti berbuat dosa setelah orang-orang yang hendak merajamnya pergi satu persatu karena tidak sanggup memenuhi permintaan Yesus. Yesus berkata, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yoh 8:11). Masih ingat saat Yesus dikecam orang Farisi gegara berada di rumah Matius pemungut cukai dan dituding makan bersama dengan orang berdosa? Yesus bukan sedang menolerir dosa melainkan dia menjangkau orang berdosa dengan cara yang manusiawi. Sabda Yesus, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Mat 10:13).

Dalam Lukas 4:18, Yesus Sang Mesias dan Juruslamat serta Junjungan Yang Ilahi mengutip Yesaya 61:1-2 untuk menegaskan tujuan kehadiran dan fungsi Mesianisnya dengan berkata: “Roh Tuhan YHWH ada padaku, oleh karena YHWH telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat YHWH dan hari pembalasan Tuhan kita”.

Semua ucapan dan pikiran serta tindakkan Yesus yang memuliakan manusia dan membebaskan mereka dari cara berfikir dan bertindak yang keliru, itulah yang menjadi teladan dan jejak yang harus kita ikuti. Kehadiran Yesus Sang Anak Tuhan bukan hanya menjadi tanda rahmat dan anugrah Tuhan Sang Pencipta dan Bapa Surgawi yang menyediakan pengampunan dosa melalui iman kepada-Nya namun Yesus hadir mejadikan segala sesuatu baik adanya.

Teks Markus 7:31-37 yang menjadi landasan permenungan kita memberikan sebuah teladan dan jejak Sang Kristus/Sang Mesias untuk kita ikuti. Setelah memperlihatkan kuasa-Nya dengan menyembuhkan orang yang tuli dan gagap dengan cara memasukkan jarinya ke telinga dan meludah serta meraba lidahnya serta berucap, efata yang artinya terbukalah, semua orang menjadi takjub dan berkata, “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata” (Mrk 7:37).

Frasa Yunani, kalos panta pepoieken (Ia menjadikan segala-galanya baik) yang diterjemahkan dalam bahasa Ibrani, ki kol asyah yafe mengandung dua makna penting bagi kita. Pertama, ketika kita menghadapi situasi kehidupan yang begitu membebani dan berujung pada deadlock (jalan buntu), harapan selalu tersedia bagi kita bahwa ada yang lebih besar dari masalah yang membebani diri kita yaitu Sang Bapa di dalam Sang Putra dan Juruslamat kita. Maka janganlah berhenti berpengharapan bahwa Dia mampu memperbaiki dan membuat segala sesuatu menjadi baik.

Kedua, kita dipanggil untuk meneladani Yesus Sang Juruslamat dan Junjungan Yang Ilahi agar menjadi orang-orang yang hadir di dunia dan kehidupan nyata serta menjadikan segala sesuatu baik, sesuai dengan talenta dan karunia yang Tuhan percayakan pada kita. Apakah “menjadikan segala sesuatunya baik” adalah tugas yang sulit dan hanya bisa dilakukan jika kita memiliki kekuasaan dan kekayaan? Keliru! Siapapun diantara kita yang menjadi murid Kristus/Mesias bisa menjadikan segala sesuatu baik sesuai dengan takaran iman dan talenta yang kita miliki. Bukankah kisah Tong Phuoc Phuc yang tidak kaya dan berkuasa telah memberikan contoh nyata bagi kita bahwa murid Kristus dapat membuat baik kehidupan di sekelilingnya?

Apapun latar belakang dan status sosial Anda, guru ternama, pengusaha sukses, aparat keamanan berpangkat tinggi ataupun hanya buruh miskin, pedagang keliling, pekerja sosial, bertekadlah untuk menjadi cahaya yang menerangi dan garam yang mengasini serta menjadikan lingkungan kehidupan kita lebih baik. Tuhan menolong kita. Amin.

No comments:

Post a Comment