Wednesday, June 28, 2017

JADILAH SESAMA BAGI ORANG LAIN


Di era sosial media, apapun yang kita fikirkan dan ucapkan serta bagikan dalam bentuk tulisan, entah baik maupun buruk bisa dengan mudah menjadi sebuah tema yang viral (menyebar) di bahas dalam percakapan sosial media. Beberapa hari ini beredar petikkan status seseorang non Kristen dalam akun twetter-nya sbb, “Assalammualaikum Mbak, Dr. Stefanus Taofik itu siapa? Muslim apa bukan? Saya lebih salut jika ia seorang Muslim apalagi Muslim yang istiqomah”. 


Pertanyaan di atas menjadi percakapan yang viral dikarenakan adanya sikap dalam berinteraksi sosial yang masih terpenjara oleh konsep-konsep rasialistik dan fanatisme sempit dimana seseorang yang didefinisikan sesama adalah mereka yang satu agama. Ketulusan dan kenyamanan dalam pergaulan lebih didasarkan oleh kesamaan keyakinan. Pertanyaan tersebut sejatinya memberikan pada kita sebuah pengetahuan perihal jejak dan bekas pemikiran, pengajaran, penanaman nilai-nilai keagamaan yang banal (dangkal) dan parsial (separuh) yang entah di mulai dari rumah, lembaga pendidikan ataupun komunitas dimana orang tersebut berinteraksi. 

Yesus telah memberikan pelajaran berharga kepada kita perihal siapakah sesama kita dengan mengisahkan orang Samaria yang baik hati yang memberikan pertolongan pada seorang saudagar yang mengalami perampokkan. Kita kerap menjumpai berbagai kasus dimana Yesus menjadikan orang Samaria sebagai contoh dan keteladanan (Luk 10:33, Yoh 4:7) sekalipun menurut kultur Yahudi pada waktu itu tidak mengijinkan adanya pergaulan antara orang Samaria dan Yahudi karena mereka menganggap orang Samaria adalah keturunan orang Israel dan penjajah dari Asyur, sehingga kerap orang Samaria diejek sebagai “orang bodoh dari Sikhem” (Ecclesiasticus/Sirakh 50:24-25). 

Berdasarkan sejumlah fakta tersebut, DR. Eli Lizorkin-Eyezenberg menyimpulkan, “The Gospel (John) probably written in the aftermath of the apostolic mission to the Samaritan lands (Acts 8) and probably provided an alternative to the Gospel of Matthew anti Samaritan views” (The Jewish Gospel of John: Discovering Jesus, King of All Israel, 2015: xiv). 

Dengan menggunakan contoh orang Samaria yang menolong (yang kerap distigma negatif oleh orang Yahudi) Yesus mengajarkan pada kita bahwa sesama bagi kita bukanlah mereka yang satu agama melainkan siapapun yang menjalankan mitswot (perintah) Tuhan untuk melakukan kebaikkan. Marilah kita menjadi sesama bagi orang lain dan memancarkan cahaya berkilauan yang menerangi pemikiran banyak orang yang digelapkan oleh pemahaman yang menumpulkan peradaban dan kehidupan.

No comments:

Post a Comment