Hampir setiap organisasi gereja khususnya di kota-kota
besar yang menjalani kehidupan yang serba modern tentu memiliki struktur
kepengurusan gereja di dalamnya. Pembentukkan pengurus gereja biasanya dinamai
dengan sejumlah istilah yaitu “majelis gereja’ atau “penatua gereja” dan
sejumlah istilah lainnya.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pembentukkan
kepengurusan gereja masih lebih didasarkan pada status sosial seseorang
tinimbang kualitas-kualitas spiritual yang menjadi prasyarat utama. Status
sosial yang dimaksudkan di sini adalah didasarkan pada latar belakang pekerjaan
seseorang mulai dari pegawai pemerintah maupun pejabat publik ataupun karyawan
di sebuah perusahaan serta aparat keamanan.
Apakah suatu kekeliruan dengan
menunjuk mereka yang menjadi pengurus organisasi gereja berdasarkan status
sosialnya? Bukankah dibutuhkan kecakapan administratif dan organisatoris
sebagai pengurus gereja dalam hal mengelola keuangan, melaporkan keuangan,
menjalankan sejumlah program-program gereja? Bukankah kemampuan administratif
dan kemampuan organisatoris tersebut hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi tinimbang yang mereka yang memiliki status
sosial yang lebih rendah?
Tidak ada kekeliruan dengan mempertimbangkan status
sosial seseorang saat dilibatkan menjadi anggota pengurus gereja karena memang
gereja khususnya yang tinggal di kota besar memerlukan sejumlah prasyarat
demikian. Namun janganlah prasyarat material di atas mengabaikkan prasyarat
spiritual karena prasayarat inilah yang utama dalam menetapkan seseorang
menjadi pengurus gereja.
Apakah prasyarat spiritual yang harus dipenuhi oleh
mereka yang menduduki jabatan gerejawi selain rohaniawan atau pendeta? “Karena itu penilik jemaat haruslah seorang
yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana,
sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan
pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga
yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya... Janganlah ia seorang
yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis.
Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat
orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis” (1 Tim 3:1-7). Karena jabatan
gerejawi adalah pekerjaan yang indah (1 Tim 3:1), maka kualitas moral dan
spiritual harus melandasi semua kualitas material.
No comments:
Post a Comment