Thursday, April 26, 2018

ADAB MEMBAGI WARISAN


Kekristenan kerap dituding tidak memiliki syariat atau aturan, baik aturan ibadah, aturan kehidupan keseharian mulai dari kelahiran hingga kematian bahkan pembagian warisan.
Tudingan ini tidak sepenuhnya keliru karena masih banyak orang-orang Kristen yang beranggapan bahwa kekristenan bukan agama dengan seperangkat peraturan melainkan hubungan pribadi dengan Tuhan. Dibalik pemahaman yang terlihat mulia ini justru bukan didasarkan pemahaman yang benar tentang iman kristen.

Bukankah Yesus bersabda, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Luk 5:20). Jika kita membaca dengan seksama sabda Yeshua, maka beliaupun menegakkan syariat sebelumnya yaitu Torah karena beliau hadir bukan untuk meniadakkan Torah (Mat 5:17-18). Termasuk masalah warisan.

Sekalipun Yesus mengalihkan kepada isyu ketamakan saat ada seseorang bertanya padanya perihal pembagian warisan (Luk 12:13), itu dikarenakan penanya nampaknya bukan hendak mendapatkan keadilan dalam pembagian warisan melainkan dilandasi motivasi ketamakan (Luk 12:15).
Berbicara perihal warisan, Torah mengatur perihal pembagian warisan sbb: Pertama, warisan harus diturunkan pada anak kandung bukan anak sambung sebagaimana dikatakan, “Tetapi datanglah firman Yahweh kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu” (Kej 15:4).
Kedua, anak sulung berhak mendapat dua kali lipat sebagaimana dikatakan, “...maka pada waktu ia membagi warisan harta kepunyaannya kepada anak-anaknya itu, tidaklah boleh ia memberikan bagian anak sulung kepada anak dari isteri yang dicintai merugikan anak dari isteri yang tidak dicintai, yang adalah anak sulung. Tetapi ia harus mengakui anak yang sulung, anak dari isteri yang tidak dicintai itu, dengan memberikan kepadanya dua bagian dari segala kepunyaannya, ...” (Ul 21:15-17).
Ketiga, bila suami meninggal dan tidak memiliki anak laki-laki maka berpindah pada anak perempuan (Bil 27:1-11) dan jika tidak berputra maka jatuh pada kerabatnya (Bil 27:8-11).
Prinsip pembagian warisan adalah keadilan dan jangan merugikan kedua belah pihak yang dibagi atas dasar lebih menyukai yang satu daripada yang lain.

No comments:

Post a Comment