Tim Hegg menjelaskan
perihal Hebraic Mindset sbb: “Berpikir secara Ibrani berarti berpikir
sebagaimana orang Ibrani berpikir pada zaman lampau. Mengapa hal ini demikian
penting? Karena sebagain besar isi Kitab Suci, dituliskan oleh orang-orang
Ibrani. Sebenarnya, hanya Lukas dari keseluruhan penulis Kitab Suci yang bukan
seorang Yahudi berdasarkan kelahirannya (setidaknya menurut pendapat sarjana
modern). Agar kita dapat memahami yaitu cara berbicara, mengenai kata-kata yang
dipergunakan serta pentingnya persoalan-persoalan kehidupan yang digambarkan
oleh seseorang dalam kebudayaan Ibrani, maka kita harus memahami dengan istilah
umum, mengenai bagaimana orang Ibrani berpikir, bagaimana mereka melihat kehidupan
- pandangan dunia yang mereka miliki” (Interpreting the Bible: An Introduction to
Hermeneutics, 2000:20).
Namun
demikian apalah lantas kita membuang Helenistic
Mindset (cara pandang Yunani)? Saya tidak sependapat bahwa cara pandang
Yunani dibuang begitu saja. Yang harus dibuang adalah paradigma dan
kecenderungan untuk menggunakan cara pandang Helenis (Yunani) untuk memahami
pikiran Kitab Suci yang ditulis oleh orang Ibrani dengan struktur khas Ibrani,
karena jika paradigma ini tetap dilestarikan maka akan semakin mendistorsi
pemahaman kita terhadap sejumlah teks dan peristiwa historis dalam Kitab Suci.
Kita cukup mengetahui cara pandang Yunani itu apa (sebaik kita mengetahui cara
pandang suatu kebudayaan yang menjadi latar belakang kita) dan mencari celah
untuk mewartakan Kabar Baik itu dalam bingkai apapun termasuk kebudayaan Yunani
(termasuk kebudayaan Indonesia) tanpa menghilangkan essensi dan akar berita
yang kita bawa.
Karena Rasul Paul telah memberikan teladan, bagaimana dia
mempelajari sastra dan filsafat Yunani sehingga dalam beberapa suratnya dia
mengutip tulisan-tulisan filsuf Yunani untuk menemukan celah mewartakan Kabar
Baik. Rasul Paul thoh mengutip Sajak Epimenides perihal Agnostho Theo (Kis 17:23), mengutip sajak Aratus/Cleanthes perihal Tou gar kai henos esmen (Kis 17:28),
mengutip Sajak Menander perihal, phtheirousin
hethe chresth homiliai kakai (1 Kor 15:33) serta mengutip saja Epimenides
dari Kreta perihal, Kretes aei pseustai
kaka theria gasteres argai (Tit 1:12).
Mari membaca Kitab Suci dengan
paradigma berfikir Ibrani tanpa membuang teks berbahasa Yunani darimana Kitab
Perjanjian Baru dituliskan.
No comments:
Post a Comment