Friday, May 8, 2020

HARUM SEMERBAK SEPERTI KEMENYAN


Jika kita mendengar kata “dupa” ( קְטֹ֥רֶת  - qetoret) dan “kemenyan” ( לְבֹנָֽה  - levonah), ingatan kita segera dihubungkan dengan aktivitas ocultisme atau perdukunan. Apalagi jika kita melihat tayangan film-film bertema horor di Indonesia, figur dukun selalu muncul dengan pakaian hitam atau keris serta dupa mengepul. 

Namun dupa dan kemenyan memiliki keutamaan sebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci TaNaKh dan Perjanjian Baru. Keutamaan itu bukan hanya sekedar media penghrum ruangan namun bagian dari peribadatan. Kemenyan dalam TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) diterjemahkan dari kata Ibrani Levonah dari kata dasar Lavan. Kata ini juga berhubungan dengan sebuah daerah yang bernama Lebanon. 
Kemenyan menjadi sumber kekayaan para pedagang yang menempuh jalan perdagangan kuno dari Arabia Selatan ke Gaza dan Damsyik (Yes 60:6). Kemenyan diperoleh dari getah berwarna putih/ kuning muda diperoleh dari menoreh kulit kayu. Rasanya pahit tetapi baunya harum. 
Kemenyan menjadi salah satu unsur ukupan yang kudus (Kel 30:34) dan dibakar pada saat korban sajian dipersembahkan (Imamat 6:15), kemenyan tulen dibubuhkan di atas setiap susunan roti sajian di Kemah Suci (Im 24:1-2). 
Kemenyan merupakan yang menyenangkan panca-indera (Kid 3:6; 4:6,14) juga merupakan lambang kegiatan ritual ibadah (Mal 1:11). Kemenyan yang dipersembahkan oleh orang Majus kepada Bayi Yesus (Mat 2:11) dipandang sebagai lambang keimaman-Nya. 
Dalam Kitab Perjanjian Baru (PB), kemenyan (λίβανον - libanon) emas ( χρυσoν - chruson) dan mur (σμύρναν  - smurnan) pernah diberikan oleh orang Majus sebagai hadiah bagi bayi Yesus, “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur” (Mat 2:11). 
Dari tamasya penggunaan kemenyan dalam Kitab TaNaKh/Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru kita melihat bahwa kemenyan adalah media yang menyimbolkan kekudusan, keharuman. 
Bahkan doa-doa orang kudus pun disimbolisasikan seperti kemenyan yang naik membubung ke sorga, “Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu, tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan kemenyan: itulah doa orang-orang kudus” (Why 5:8). Dalam teks apokalipitik ini, "kemenyan" (θυμιαμάτων - thumiamaton) diartikan "doa orang-orang kudus" ( προσευχαὶ τῶν ἁγίων - proseuchai toon hagioon)
Marilah kita menjadi orang-orang Kristiani yang mengeluarkan keharuman ajaran Mesias sebagaimana wanginya dupa dan kemenyan.

No comments:

Post a Comment