Monday, October 22, 2018

MENAKLUKAN BUMI BUKAN MENGEKSPLOITASI


Fred Magdof dan John Bellamy Foster dalam bukunya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Lingkungan Hidup dan Kapitalisme: Sebuah Pengantar” mengatakan, “Yang membuat era modern lebih menonjol dalam hal ini adalah bahwa kini penghuni bumi lebih banyak; kita memiliki teknologi sanggup menciptakan kerusakkan lebih besar dan lebih cepat; dan kita memiliki sistem ekonomi yang tak kenal batas. Kerusakkan yang ditimbulkan hari ini begitu luas sehingga bukan Cuma menyebabkan kemerosotan ekologi di tingkat lokal dan regional seperti pada peradaban-peradaban sebelumnya, tapi juga memengaruhi lingkungan pada skala planet, mengancam keberadaan sebagian besar spesies di dunia ini, termasuk spesies kita sendiri...” (2018:6). 


Dalam bagian selanjutnya Fred Magdof dan John Bellamy Foster mengutip sejumlah data-data perihal kerusakkan ekologi al., (1) Lelehnya es Samudra Arktik selama musim panas, mengurangi pantulan balik sinar matahari dan dengan begitu meningkatkan pemanasan global (2) Kenaikkan permukaan air laut dengan rata-rata 1,7 mm/tahun sejak 1875, tetapi sejak 1993 menjadi rata-rata 3 mm/tahun atau lebih dari satu inci per dekade, dengan prospek laju kenaikkan yang lebih tinggi lagi (3) Kekeringan mencekam, yang berpeluang meluas hingga mencapai 70 persen area daratan dalam beberapa dekade ini bila tak ada perubahan yang diberlakukan (2018:8-10). 


Tuhan YHWH memerintahkan kepada manusia untuk “menaklukkan” (kabash, Kej 1:28) bumi bukan bermakna melakukan eksploitasi masif yang merusak lingkungan melainkan dalam kerangka pemenuhan kebutuhan manusia bukan pemenuhan hasrat penumpukkan keuntungan belaka karena kata “taklukanlah” (כבשׁה - kivshuha) berkaitan dengan kata imperatif sebelumnya yaitu “beranakcuculah” (פרו - pru) dan "bertambah banyaklah" (רבו - revu) serta “penuhilah bumi” (מלאו את־הארץ - milu et haarets) dan kalimat imperatif sesudahnya yaitu “berkuasalah” (רדו - redu). 

Setelah kejatuhan manusia dalam dosa (Kej 3) maka hubungan manusia dengan alam dan hewan bahkan dengan sesamanya semakin eksploitatif. Manusia yang diciptakan Tuhan bertugas menaklukan alam yang keras agar mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia dan bukan melakukan eksploitasi masif yang berdampak pada kerusakn ekosistem masa depan. 

Prinsip penataan bumi ini seharusnya menjadi prinsip pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan dan bukan sebaliknya. Orang Kristen memiliki tanggung jawab menjaga kelestarian ekologis dalam menata bumi karena saat Tuhan YHWH menciptakan manusia dan tinggal di Taman Eden, mereka diperintahkan, “mengusahakan dan memelihara taman itu” (Kej 2:15). 

Dua kata Ibrani yang perlu digarisbawahi adalah לעבדה (leavdah) dari kata dasar "avad" (bekerja) dan לשׁמרה (leshamrah) dari kata dasar “shamar” (memelihara, merawat, menjaga). King James Version  (KJV) menerjemahkan dengan, "to dress it and to keep it" (menghiasi dan memelihara taman itu). Sementara Young's Literal Translation (YLT) menerjemahkan, "to serve it and to keep it" (melayani dan menjaga taman itu). 

Dari analisis teks ini kita dapat menyimpulkan bahwa sejak awal penciptaan Tuhan memerintahkan manusia berkuasa atas alam bukan untuk melakukan eksploitasi belaka sehingga menghabiskan untuk kepentingan nafsu ketamakan. Sebaliknya, kita diberi kuasa untuk menaklukan dan sekaligus memelihara atau menjaga kelestarian alam agar tetap dapat memberikan kehidupan kepada manusia.

Marilah kita menjaga dan merawat sistem ekologi di sekitar kita sebagai wujud mandataris Tuhan dalam mengelola bumi agar lingkungan yang kita tinggali menjadi lingkungan yang sehat.

No comments:

Post a Comment