Tuesday, November 20, 2018

KEMATIAN


Kematian, sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Seniscaya seorang manusia yang akan menjadi renta dimakan usia. Kematian tidak dapat ditolak dan dinegosiasikkan. Mungkin seseorang mengalami second chance (kesempatan kedua) berupa, terluput dari amukkan bencana alam yang nyaris merenggut nyawanya, mengalami intervensi Ilahi berupa mukjizat kesembuhan dari penyakit berbahaya yang memastikkan batas kemampuan tubuh menahannya, dapat melewati masa kritis dan koma saat terjadi kecelakaan dst. 

Namun pada akhirnya seseorang tidak dapat menghindari kenyataan yang disebut dengan kematian. Kematian itu menunggu kita dalam rentetan kisah kehidupan yang kita jalani. Setiap orang mengambil sikap yang berbeda terhadap kematian. 

Ada yang tidak peduli dan mengabaikannya karena mengingatnya hanya menimbulkan rasa kuatir dan takut. Ada yang secara filosofis menyangkalnya dan menganggap sebagai sebuah tidur panjang tanpa kesadaran dan tanpa kelanjutan. Ada pula yang secara religius menyongsongnya dengan melibatkan diri dalam sejumlah gerakan radikal keagamaan berupa aksi meledakkan diri sendiri terhadap orang, kelompok yang dianggap sebagai musuh. Ada pula yang secara religius memaknainya sebagai sebuah peringatan akan pertanggung jawaban di hari kemudian sehingga setiap orang selalu diingatkan dengan kematian agar membuat setiap orang menjadi takut berbuat dosa dan kejahatan. 

Perspektif Kristiani yang melandaskan diri pada Kitab TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) - yang lazim disebut Perjanjian Lama oleh umat Kristen – dan Kitab Perjanjian Baru memahami kematian sebagai sebuah keniscayaan akibat masuknya dosa dalam kehidupan manusia (Rm 6:23). 

Setiap benih kehidupan dalam diri manusia mengandung potensi kematian, entah karena sakit, kecelakaan, bencana, pembunuhan dll. Kefanaan melekat dalam kehidupan manusia. Kematian bukanlah akhir dari segalanya. Secara kemanusiaan tentu menyisakkan duka dan kesedihan berpisah dengan orang-orang yang dikasihi. 

Namun jika mengingat sabda Yesus Sang Mesias dan Anak Tuhan bahwa barangsiapa percaya dan menerima diri-Nya maka memperoleh kehidupan dan kebangkitan sebagaimana dikatakan:

"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal  dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup" (Yoh 5:24)

"Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan  dan hidup;  barangsiapa percaya  kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati" (Yoh 11:25)

Membaca teks di atas, sudah seharusnya kita menghadapi kematian dengan lapang dada dan kebesaran hati sebagaimana diajarkan para rasul, "Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Tuhan bersama-sama dengan Dia" (1 Tes 4:13-14). Ayat ini jangan dimaknai bahwa kita orang Kristiani tidak boleh mengucapkan dukacita lantas mengucapkan selamat bersukacita kepada orang yang sedang berdukacita. Ayat ini hanya mengingatkan orang beriman bahwa ketika kita berdukacita, "jangan seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan".  Bagi orang Kristiani, dibalik kematian orang yang kita kasihi ada pengharapan bahwa keselamatan dan kehidupan kekal yang dijanjikan Sang Juruslamat sedang diwujudnyatakan/direalisasikan.


No comments:

Post a Comment