Thursday, June 4, 2020

GUNUNG BATU


Dalam Kitab TaNaKh (Torah-Neviim-Ketuvim) atau kita lazim menyebutnya Perjanjian Lama, Tuhan YHWH kerap diidentifikasi dengan sejumlah istilah yang berasal dari alam. Salah satunya adalah “gunung batu” (tsur), “perisai” (magen), “bukit batu” (tsela), “kubu pertahanan” (metsudat), “kota benteng” (mishgav) sebagaimana dikatakan dalam 2 Samuel 22:2-3, “Ya, YHWH bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Tuhanku, gunung batuku, tempat aku berlindung,  perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku, tempat pelarianku, juruselamatku; Engkau menyelamatkan aku dari kekerasan”. 

Dalam Kitab Mazmur pasal 18, 27, 40, 62 dll, banyak kita temui istilah “gunung batu” (tsur). Istilah “gunung batu” yang diekatkan pada diri Tuhan bukan hanya muncul dalam kitab Mazmur, melainkan kitab Yesaya 32:2. Istilah “gunung batu” (tsur) muncul lima kali dalam kidung pujian Musa (Ulangan 32:1-43) dan ditujukan kepada Tuhan YHWH (Ul 32:4,15,18,31,37). 

Apakah istilah “gunung batu” bagi Tuhan bermakna bahwa wujud Tuhan itu seperti batu yang dapat dilihat dan raba serta disembah? Tentu saja bukan. Istilah “gunung batu” bukan bermakna bahwa Tuhan YHWH berwujud batu yang disembah, melainkan bermakna alegoris (kias) yang berarti, Tuhan tempat perlindungan yang kokoh. 

Bukankah gunung selalu menyimbolisasikan kekuatan, kebesaran, ketangguhan, keperkasaan, kemuliaan? Tuhan Israel bukan patung yang terbuat dari batu atau kayu karena Dia bersabda, “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun  yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, YHWH Tuhanmu, adalah Tuhan yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan m  yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku” (Kel 20:3-4). 

Sekalipun bangsa Israel pernah terjatuh pada penyembahan berhala yaitu “patung lembu emas” (Kel 32:4) namun itu adalah tindakan dan keputusan mereka sendiri dikarenakan kekuatiran dan ketidakpastian saat menunggu Musa turun dari Gunung Sinai saat menghadap Tuhan (Kel 30:1). 

Istilah “gunung batu” (tsur dan sela) mengajarkan kepada kita bukan hanya sifat Tuhan yang kokoh sebagai tempat perlindungan namun menyiratkan sebuah penghormatan terhadap alam dengan menjaga ekosistem tetap terjaga lestari.

No comments:

Post a Comment