Monday, February 8, 2016

ISTRI YANG PEMARAH


Ayub 2:9-10

Socrates (469-399 SM) adalah seorang Filsuf terkemuka di Athena. Masa muda Socrates adalah berperang dan menjadi prajurit Athena yang pemberani. Namun ia lebih suka berkeliling dari rumah ke rumah dan berdiskusi tentang negaranya Athena dan kehidupan manusia Athena yang lebih baik dan cerdas. Socrates selalu mempertanyakan kepada setiap orang bagaimana seseorang bisa begitu gampang menerima setiap gagasan yang diwariskan para orang tua atau guru mereka disekolah tanpa merenungkan dan mempertanyakan kembali apakah gagasan tersebut benar atau salah. karena menurutnya tidak mungkin mengembangkan kebijaksanaan sejati tanpa mempertanyakan segala sesuatu. 

Suatu hari, Socrates pulang dengan senang setelah seharian berdiskusi dengan orang-orang dan disambut oleh istrinya dengan amarah, “Kamu hanya berjalan-jalan saja sepanjang hari. Kamu tak pernah menghasilkan uang satu sen pun! Lemari makan kita Kosong. Apa yang harus kita makan?” Socrates mencoba tak menghiraukannya, sehingga istrinya semakin marah sehingga memutuskan pergi dari rumah. Socrates tak tahu bahwa istrinya menaruh seember air diatas pintu rumanya. Tentu saja ember itu jatuh dan menimpanya, Socrates basah kuyup. 


Namun Socrates tidak marah, bahkan dia membuat lelucon, ”Seharusnya aku tahu, selalu ada hujan setelah turun petir” dan meneruskan perjalanannya. Cerita ini akhirnya menjadi terkenal mengisahkan reputasi istrinya yang cerewet sehingga melahirkan pepatah “Jika kamu menikahi perempuan yang baik maka, hidupmu akan bahagia tetapi jika kamu menikahi perempuan cerewet maka, setidaknya kamu akan menjadi seorang Filsuf”. Entahkah istri Ayub seorang pemarah atau bukan – seperti istri Socrates - namun reaksi kerasnya terhadap sikap Ayub yang masih tetap mempercayai Tuhan padahal berbagai bencana telah menghilangkan bukan saja property keluarga namun juga merampas kebahagiaan keluarga (Ayb 1:13-22), mengingatkan saya pada istri Sokrates yang dikutip kisahnya di atas. Jika Ayub yang saleh dapat bertahan dalam begitu besarnya tekanan persoalan yang menghimpitnya dengan tetap berkata, “hatov neqabel meet ha Elohim we et ha ra lo neqabel?” (Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?). 

Dampingilah pasangan Anda (suami/istri) di saat mereka sedang mengalami kesusahan dan bukan menambahi bebannya dengan amarah dan ocehan yang menyakitkan

No comments:

Post a Comment