Monday, April 10, 2017

GAMBARAN MESIAS YANG LAHIR, WAFAT, BANGKIT DAN HAKIM YANG ADIL DALAM TUJUH HARI RAYA YHWH


Yesus Dalam Tujuh Hari Raya YHWH

Di Sinai YHWH memberikan Torah. Dalam Torah, YHWH menetapkan Moedim (waktu-waktu yang tetap) atau hari-hari raya yang berjumlah tujuh (sheva moedim). Ketujuh perayaan tersebut adalah (Imamat 23:1-44) sbb: Pesakh (14 Nisan), Ha Matsah (roti tidak beragi, 15 Nisan), Sfirat ha Omer (menghitung omer setelah shabat hari raya), Shavuot (hari kelimapuluh setelah menghitung omer), Yom Truah /Rosh ha Shanah (peniupan shofar atau tahun baru Ibrani, 1 Tishri), Yom Kippur (hari pendamaian, 10 Tishri), Sukkot (perayaan pondok daun, 15-21 Tishri). 

Kolose 2:16-17 bukanlah larangan agar orang Kristen melaksanakan perayaan yang ditetapkan oleh YHWH di Sinai namun perihal larangan agar jemaat Mesias non Yahudi jangan membiarkan diri mereka dihakimi oleh beberapa kelompok mazhab Yahudi yang menekankan praktek legalistik dalam pelaksanaan Torah yang dipaksakan terhadap jemaat non Yahudi Pernyataan Rasul Paul memberikan pemahaman bahwa perayaan yang ditetapkan YHWH di Sinai merupakan bayangan yang wujud nyatanya adalah Mesias. 

Barney Kasdan memberikan penjelasan mengenai relevansi Tujuh Hari Raya bagi kehidupan iman pengikut Mesias sbb: “Hari Raya YHWH atau Hari Raya Biblikal mengajar kita mengenai sifat Tuhan dan rencana-Nya bagi umat manusia...singkatnya semua Hari Raya YHWH telah diberikan bagi Israel dan orang beriman yang ditempelkan untuk belajar dalam cara yang sederhanan mengenai Tuhan dan rencananya bagi dunia” (God’s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays, Lederer Books 1993, p.vi). 

Merayakan Tujuh Hari YHWH bukan hanya merayakan peristiwa historis untuk memperingati tindakan YHWH terhadap umat Israel kuno yang tergambar dalam perayaan-perayaan tersebut (Im 23:1-44) namun sekaligus merayakan peristiwa Kristologis dan Soteriologis yang dikerjakan oleh Yesus Sang Mesias yang terdesain/terpola dalam perayaan-perayaan tersebut. Tidak mengherankan apabila rasul-rasul Yesus menghubungkan seluruh peristiwa Kristologis dan Soteriologis tersebut dengan tipologis dalam Tujuh Hari Raya (Luk 22:19-20, 2 Kor 5:17, 1 Kor 15:20, 1 Tes 4:16-18, 1 Yoh 2:2, Yoh 1:14).

Rasul Paul menegaskan kembali makna Pesakh dan pengorbanan Yesus di kayu salib dengan mengatakan demikian:“Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Mesias” (2 Kor 5:17). 

Rasul Paul menjadikan perayaan Roti Tidak Beragi sebagai refleksi jemaat Kristen untuk membuang berbagai kejahatan dan kefasikan dalam hidup sebagaimana dikatakan: “Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1 Kor 5:8). Rasul Paul menghubungkan kebangkitan Yesus dari kematian dengan perayaan Buah Sulung dengan mengatakan demikian: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Kor 15:20). 

Rasul Paul pun menghubungkan karakteristik Rosh ha Shanah untuk menggambarkan pengangkatan orang yang percaya kepada Mesias di awan-awan sebagaimana dikatakan dalam 1 Tesalonika 4:16-18 sbb: “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Tuhan berbunyi, maka Junjungan Agung sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Mesias akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Junjungan Agung di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Junjungan Agung. Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini”. Rasul Yohanes menghubungkan hari raya Pendamaian dengan karya kematian Yesus sebagai korban pendamaian sebagaimana dikatakan, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yoh 2:2).

Kematian Yesus Dalam Hari Raya Pesakh

Membaca perikop Lukas 22:14-23, tanpa memahami latar belakang sejarah dan keagamaan serta kebudayaan Yahudi Abad 1 Ms akan membuat kita kehilangan akar historis dan essensi dibalik peristiwa tersebut. Kekristenan Barat menyebut peristiwa tersebut dengan Last Supper (Perjamuan Terakhir). Seolah-olah Yeshua Sang Mesias makan malam terakhir sebelum Dia ditangkap oleh prajurit Romawi untuk dihukum, disiksa dan disalibkan.

Peristiwa Yesus dan murid-murid-Nya makan Pesakh merupakan ritual tahunan tiap jatuh Tgl 14 Nisan yang di namakan Seder Pesakh. DR. David Stern menjelaskan, “Seder adalah, Tata Cara, namun istilah ini menunjuk pada tata cara makan dan perayaan yang dilaksanakan saat Pesakh…Banyak dari ciri-ciri dalam Seder Modern tetap dilaksanakan dimasa hidup Yeshua” (Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1998, p.78). Dalam Seder Pesakh malam itu, Yeshua memberikan makna baru dalam setiap unsur-unsur di dalamnya. Khususnya simbolisasi  matsah (roti tidak beragi) dan kos (cawan) berisi pri hagafen (hasil buah anggur). 

Yesus menghubungkan matsah dengan tubuh-Nya yang akan diserahkan untuk untuk semua orang. Artinya, diri-Nya akan ditangkap, disiksa dan dibunuh di kayu salib untuk menggenapkan rencana Bapa-Nya, penebusan manusia dari kutuk dosa yaitu maut. Dan cawan berisi anggur dihubungkan dengan darah-Nya yang akan ditumpahkan untuk membasuh dosa semua orang. Darah ini menjadi meterai “perjanjian yang diperbarui”  Perjanjian pertama dimeteraikan oleh darah, demikian pula perjanjian yang diperbarui dimeteraikan oleh darah, sebagaimana dikatakan Ibrani 9:22 sbb: “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut (Torah) dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”. 


Ir. Ester A. Sutanto, M.M., M.Min. menjelaskan sbb: “Yesus memulai Perjamuan Malam Terakhir menurut tata cara Taurat dan tradisi Yahudi. Namun ada yang tidak lazim pada Perjamuan Malam Terakhir di Yerusalem itu: Yesus memaknai roti dan anggur secara baru, memberi perspektif eskatologis yang baru dan menetapkan perjamuan malam... tetapi yang ditarik lebih jauh sampai pada peristiwa Salib yang pada waktu itu masih akan terjadi, dan dalam pengharapan akan kedatangan Kerajaan (Tuhan) di masa depan” (Liturgi Meja Tuhan: Dinamika Perayaan-Pelayanan, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, 2005, hal 20-21)

Penguburan Yesus dalam Hari Raya Roti Tidak Beragi

Perayaan ha Matsah (roti tidak beragi) menunjuk pada peristiwa historis dimana nenek moyang Yisrael memakan roti tidak beragi selama perjalanan menuju Laut Teberau setelah meninggalkan negeri Mesir negeri perbudakan mereka. Pelaksanaan makan roti tidak beragi selama satu minggu (Im 23:6-8). Dalam Perjanjian Baru menunjuk penguburan Yesus selama tiga hari tiga malam di rahim bumi. Rasul Paul menggemakan kembali makna perayaan Roti Tidak Beragi sebagai refleksi jemaat Kristen untuk membuang berbagai kejahatan dan kefasikan dalam hidup sebagaimana dikatakan: “Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1 Kor 5:8).

Ragi dipergunakan untuk membusukkan makanan atau mengembangkan sebuah adonan untuk dimasak menjadi roti. Ragi kerap menjadi simbol dosa karena sifatnya yang membusukkan seperti dikatakan: “Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1 Kor 5:8). Ragi menjadi simbol pengaruh yang tidak baik karena sifatnya yang dapat mengubah suatu bentuk kepada bentuk yang lain sebagaimana dikatakan: “Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan” (Gal 5:9).

Namun demikian dalam salah satu kesempatan dimana Yesus memberikan gambaran mengenai Kerajaan Sorga, Dia menggunakan perumpamaan ragi untuk menjelaskan sifat ragi yang membuat pengaruh yang cepat dan kuat sebagaimana dikatakan: “Dan Ia berkata lagi: "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Tuhan?  Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya” (Luk 13:20-21). Dalam konteks perikop ini, “ragi” yang dimaksudkan adalah “ajaran” orang Farisi dan Saduki sebagaimana dikatakan dalam Matius 16:11 sbb: “Ketika itu barulah mereka mengerti bahwa bukan maksud-Nya supaya mereka waspada terhadap ragi roti, melainkan terhadap ajaran orang Farisi dan Saduki”.

Kebangkitan Yesus dalam Hari Raya Bikurim/Sfirat ha Omer

Perayaan Bikurim (buah sulung) atau Sfirat ha Omer, menunjuk hari raya panen Bangsa Yisrael setelah memasuki tanah Kanaan. Tiap jatuh panen mempersembahkan buah sulung panen dan menghitung omer (Im 23:9-14). Ada perbedaan pendapat diantara mazhab agama Yahudi di zaman Mesias sampai sekarang mengenai kapan ditetapkannya perayaan Buah Sulung (sfirat ha omer/bikurim).

Perbedaan tersebut dikarenakan perintah YHWH yang menimbulkan multitafsir dalam Imamat 23:9-11 mengenai kalimat “mimmohorat ha Shabat” (sesudah Sabat itu). Mazhab Farisi memaknai kalimat “sesudah Sabat itu” sebagai sabat moed atau sabat hari raya, sehingga setiap saat jatuh perayaan Roti Tidak Beragi pada Tgl 15 Nisan itu adalah saatnya sabat moed maka sehari setelah itu yaitu Tgl 16 Nisan dimulailah perayaan Buah Sulung dan menghitung omer sampai hari kelima puluh.

Sementara itu mazhab Saduki memaknai kalimat “sesudah Sabat itu” sebagai hari sesudah hari sabtu yaitu hari minggu. Oleh karenanya penentuan kapan saat perayaan Shavuot atau Pentakosta akan terjadi selisih selama satu minggu antara mazhab Farisi dan mazhab Saduki karena penetapan perayaan Shavuot dimulai dengan menghitung omer (berkas gandum) sampai hari kelima puluh dimulai sejak perayaan Buah Sulung. Dalam Perjanjian Baru perayaan ini menunjuk pada kebangkitan Yesus dari maut. Peristiwa kebangkitan Yesus Sang Mesias dari alam maut terjadi pada hari minggu (sekitar sabtu malam dan kubur kosong ditemukan minggu pagi) dan ini sangat cocok dengan perayaan Buah Sulung berdasarkan perhitungan mazhab Saduki yang menetapkan jatuhnya Buah Sulung pada hari minggu. 

Rasul Paul menghubungkan kebangkitan Yesus dari kematian dengan perayaan Buah Sulung dengan mengatakan demikian: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Kor 15:20). “Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Mesias sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya” (1 Kor 15:23). “Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu” (Kol 1:18).

Pencurahan Roh Kudus Dalam Hari Raya Shavuot (Pentakosta)

Perayaan Shavuot menunjuk pada beberapa peristiwa sbb: (1) Pesta panen hari kelima puluh setelah menghitung buah sulung. (2) Dalam tradisi Yahudi, Pentakosta atau Yom Shavuot dirayakan bukan hanya sebagai pesta panen melainkan perayaan turunya pewahyuan Torah di Sinai karena Bangsa Israel berangkat menuju Sinai pada bulan ketiga setelah Pesakh yaitu bulan Siwan (Kel 19:1).

Oleh karenanya nama lain hari raya Pentakosta atau Shavuot adalah Zmaan Matan Torateynu (Waktu Pemberian Torah kita). Keyakinan ini berpengaruh pada tradisi perayaan ini. Sinagoga-sinagoga Yahudi dihias dengan tumbuhan hijau, bunga dan keranjang buah-buahan untuk melambangkan aspek panen di masa Shavuot. Pembacaan Kitab Suci diambil dari Keluaran 19-20 (pemberian Torah) dan Yekhezkiel 1 (penglihatan nabi mengenai kemuliaan Tuhan).

Demikian pula gulungan Kitab Ruth dibacakan selama masa panen Shavuot. Perayaan Shavuot dalam Septuaginta (terjemahan TaNaKh: Torah, Neviim, Kethuvim dalam bahasa Yunani pada Abad III Ms yang disponsori oleh Kaisar Ptolemaus Philadhelphus) diterjemahkan Pentekonta (kata khamishim -lima puluh hari- dalam Imamat 23:16 diterjemahkan Pentekonta). Kitab Kisah Rasul 2:1 salinan berbahasa Yunani mengadopsi istilah Pentekostes dari Kitab Septuaginta. Jadi ketika kita merayakan Hari Raya Pentakosta kita harus mengembalikan maknanya pada konteks perayaan Ibrani yaitu Yom Shavuot. 

Mayoritas Kekristenan menganggap Perayaan Pentakosta sebagai perayaan pencurahan Roh Kudus, suatu hari raya baru yang terpisah dari hari-hari raya Yahudi. Yang benar adalah peristiwa pencurahan Roh Kudus terjadi bersamaan dengan perayaan Yom Shavuot atau Pentakosta. Tiap tahun, orang-orang Yahudi perantauan harus mudik untuk merayakan tiga hari raya utama yaitu hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun (Ul 16:16).

Oleh karenanya Kisah Rasul 2:5 melaporkan bahwa ada banyak orang Yahudi dari berbagai wilayah perantuan berkumpul menyaksikan peristiwa pencurahan roh yang dialami murid-murid Yesus Sang Mesias. Di hari dimana para penganut Yudaisme merayakan turunya Torah di Sinai, Roh Kudus dicurahkan kepada para murid Yesus sebagai meterai janji Tuhan dan tanda perutusan pekabaran Injil ke seluruh dunia.

Kedatangan Yesus Yang Kedua Dalam Hari Raya Rosh ha Shanah

Perayaan Rosh ha Shanah (tahun baru Ibrani) atau Yom Shofar (peniupan sangkakala) menunjuk pada peniupan shofar (tanduk domba yang panjang) sebagai penanda tahun baru sipil Ibrani dan juga peringatan penghakiman YHWH. Barney Kasdan dalam bukunya berjudul God’s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays (p.64-67)  memberikan penjelasan mengenai Rosh ha Shanah sbb: “Tujuan hari raya ini diungkapkan dengan satu kata yaitu pengumpulan kembali”. 

Karena hari raya ini mengajak semua orang Yisrael untuk kembali kepada iman yang murni kepada Tuhan. Rosh ha Shanah mewakili hari pertobatan. Ini adalah hari dimana Bangsa Israel mengambil persediaan kondisi spiritual mereka dan membuat perubahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tahun baru yang akan datang akan berkenan pada Tuhan. Dalam sinagog-sinagog, shofar (terompet dari tanduk domba) dibunyikan setiap hari untuk memberi peringatan orang beriman bahwa waktu untuk pertobatan telah tiba. 

Banyak kaum Orthodox Yahudi (Orthodox Jew) melakukan ritual penyucian diri dengan melakukan baptisan air (tevilah mikveh) untuk melambangkan pembersihan hati. Karena hari ini dipahami sebagai hari pertobatan maka suasana perayaan diliputi oleh suasana penyesalan diri, namun demikian selalu dengan sebuah harapan adanya pengampunan dosa oleh Tuhan. Selain dikaitkan dengan tema pertobatan, hari raya ini dihubungkan juga dengan tema prophetik atau peristiwa yang akan datang.

Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada kedatangan Mesias yang kedua sebagai Hakim Yang Adil. Rasul Paul pun menghubungkan karakteristik Rosh ha Shanah untuk menggambarkan pengangkatan orang yang percaya kepada Mesias di awan-awan sebagaimana dikatakan dalam 1 Tesalonika 4:16-18 sbb: “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Tuhan berbunyi, maka Junjungan Agung sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Mesias akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Junjungan Agung di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Junjungan Agung. Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini”.

Pengorbanan Yesus dalam Hari Raya Yom Kippur

Perayaan Yom Kippur (hari pendamaian) menunjuk pada pendamaian dosa-dosa kolektif Bangsa Israel terhadap YHWH dengan penyembelihan hewan setahun sekali. Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada karya Yesus sebagai korban pendamaian sejati. Barney Kasdan dalam bukunya berjudul God’s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays (p.77-78) memberikan penjelasan mengenai Yom Kippur sbb: Berdasarkan Imamat 16, ritual Yom Kippur berpusat pada persembahan dua korban kambing. Yang satu dinamai dengan Khatat yang akan disembelih sebagai lampang penghapusan dosa Yisrael. Sementara kambing yang satu diberi nama Azazel. Kambing ini tidak disembelih namun dibuang ke hutan dan ditandai kain merah kesumba. Kambing ini sebagai lambang dosa Israel yang dibuang.

Ritual di atas merupakan ketetapan Tuhan yang agung, yaitu mengenai penebusan dan pengampunan melalui korban pengganti. Karena Rosh ha Shanah dan Yom Kippur berdekatan dalam berjarak sepuluh hari, maka perayaan Yom Kippur menjadi sangat penting. Apa yang telah dimulai pada bulan Tishri sebagai evaluasi diri dan pertobatan maka pada hari kesepuluh digenapi dengan penebusan dan pengampunan. Sejak Bait Suci di Yerusalem hancur pada tahun 70 Ms. maka muncul kebingungan diantara para rabbi, mengenai bagaimana pelaksanaan korban Yom Kippur yang berpusat di Bait Suci.

Pada perkembangannya para rabbi membuat korban pengganti melalui Tseloshah Taw atau “TIGA T” yaitu: Tefilah (doa), Tsedaqah (perbuatan baik, derma) dan Teshuvah (pertobatan). Rasul Yohanes menggemakan makna Yom Kippur menunjuk pada karya pengorbanan Yesus dengan mengatakan, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yoh 2:2). Penulis Kitab Ibrani menggemakan hal yang sama, “Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Tuhan...”(Ibr 10:11-12).

Kelahiran Yesus Dalam Hari Raya Sukot

Sukot (Pondok Daun) adalah perayaan puncak dari Tujuh Hari Raya (Sheva Moedim) yang ditetapkan YHWH di Sinai (Im 23: 39-43) untuk memperingati penyertaan Tuhan YHWH terhadap leluhur Israel selama berada di padang gurun sebelum memasuki tanah perjanjian. Sukot merupakan perayaan yang bermakna profetik karena dihubungkan dengan pemerintahan YHWH di akhir zaman sebagaimana dinubuatkan dalam Zakaria 14:16. 

Mengapa kita seharusnya merayakan Sukkot? (1) karena Yesus Sang Mesias merayakan Tujuh Hari Raya demikian pula dengan Sukkot (Yoh 7:1-2, 37-38). (2) Tujuh Hari adalah bayangan yang menunjuk pada karya Mesianis Yesus (Kol 2:16). Menariknya, dalam Yohanes 1 ayat 14 dikatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita…”. Sepintas ayat ini hanya memberikan informasi kepada kita mengenai hakikat Mesias sebagai Sang Firman YHWH yang menjadi manusia. Dan ayat ini menjadi kredo dasar atau pengakuan akan Keilahian Mesias sebagai Sang Firman YHWH. Namun mari kita perhatikan satu kata dalam ayat 14 yaitu kata yang diterjemahkan dengan “diam”. Kata Yunani eskenosen dari kata kerja skenoo yang artinya “membentangkan kemah”. Kata ini diterjemahkan dalam Hebrew New Testament, yaitu terjemahan dalam bahasa Ibrani modern untuk komunitas Yahudi, dengan kata yishkon dari kata shakan yang artinya “kemah”.

Berdasarkan kajian kata dan bahasa di atas, maka Yohanes 1:14 dapat dibaca, “Firman itu telah menjadi manusia, dan berkemah di antara kita…”. Apa arti penting kata “berkemah” pada ayat 14? Yohanes hendak memberikan pesan tersembunyi bahwa Yesus Sang Mesias lahir pada saat orang Yahudi merayakan Sukkot atau eorte skenon. Kata Yunani skenoo yang dipakai disini menurut Strong's Concordance mempunyai arti: "1) to fix one's tabernacle, have one's tabernacle, abide (or live) in a tabernacle (or tent), tabernacle 2) to dwell". Oleh karenanya, perayaan Sukot bukan hanya perayaan hadirnya Shekinah (kemuliaan) YHWH di Kemah Suci dalam wujud Tiang Awan dan Tiang Api di tengah-tengah perkemahan leluhur Israel namun perayaan bahwa Shekinah Tuhan hadir di tengah-tengah umat manusia melalui Sang Firman yang menjadi manusia yaitu Yesus Sang Mesias.

Kesimpulan

Jika penganut Yudaisme merayakan Tujuh Hari Raya YHWH sebagai peringatan historis terhadap apa yang telah dilakukan Tuhan YHWH terhadap leluhur Israel mulai dari membebaskan dari tanah perbudakkan di Mesir hingga menyeberangi Laut Teberau, tinggal di padang gurun hingga memasuki Tanah Perjanjian yaitu Yerusalem, maka penganut Messianic Jewish dan komunitas Kristen yang kembali ke akar Ibrani (saya lebih senang mengistilahkan dengan Kristen Semitik atau Mazhab Yudeo Kristen untuk membedakkan dengan denominasi kristen lainnya) merayakkan sekaligus peristiwa historis yang dialami leluhur Israel sekaligus memperingati karya Mesianis atau kehidupan, kematian, kebangkitan Yesus dari kematian hingga kedatangan-Nya kembali yang kedua.

Sebagaimana Yesus dan rasul-Nya mengidentifikasi Tujuh Hari Raya dengan apa yang dialami Yesus, demikianlah kita merayakan dan menghayatinya dalam peribadatan kita mulai dari Pesakh hingga Sukot. Adapun perbedaan dengan denominasi kristen lainnya dalam melaksanakan hari raya adalah jika kekristenan arus utama (Orthodok, Katolik, Protestan, Pentakosta, Kharismatik dll) merayakkan apa yang dialami Yesus secara terpisah dari bingkai Tujuh Hari Raya sementara Mazhab Yudeo Kristen merayakkan peristiwa yang dialami Yesus dalam bingkai Tujuh Hari Raya.

Kekristenan arus utama umumnya khususnya Ritus Barat (Katolik dan Protestan) merayakan prosesi dan kronologi peristiwa-peristiwa suci menjelang kewafatan Yesus yang dinamai dengan Pekan Suci atau Minggu Suci  (Hebdomada Sancta/Hebdomas Maior, Latin atau Μεγάλη Εβδομάδα, /Megale Ebdomada, Yun). Adapun Pekan Suci meliputi kronologis sbb, Minggu Palma (peringatan masuknya Yesus ke Yerusalem dengan mengendarai keledai dan disambut dengan sorak sorai sambil menggerakkan daun palem sebelum memasuki Paskah), Kamis Putih (Perjamuan Terakhir/Ekaristi), Jumat Agung (sengsara dan kewafatan Yesus), Sabtu Sunyi dan Malam Paskah (masa Yesus terbaring dalam bumi), Minggu Paskah (kebangkitan Yesus dari kematian).

Gambar berikut bisa memberikan deskripsi perbedaan penghayatan dalam merayakan perayaan Kristiani yang berpusat pada apa yang dialami Yesus mulai dari kelahiran, kewafatan, kebangkitan hingga kedatangan yang kedua kali sebagai Hakim Yang Adil.

 

Perayaan peristiwa yang dialami Yesus oleh kekristenan arus utama



 Perayaan Tujuh Hari Raya YHWH dimana Yesus menyatakan karya Mesianis-Nya yang dirayakan oleh Messianic Jewish dan Kekristenan Akar Ibrani
 

Marilah persamaan dan perbedaan di atas bukan menjadi jurang yang mempertajam pemisahan “kita” dan “mereka” melainkan dirayakkan sebagai keragaman bentuk penghormatan dan pengagungan terhadap apa yang telah dilakukan Yesus Sang Mesias Anak Tuhan bagi umat manusia yang bersedia menerima karya penyelamatan-Nya.

No comments:

Post a Comment