Friday, April 21, 2017

DANIEL, PEJABAT ANTI KORUPSI


Program pemberantasan korupsi begitu gencar digalakkan oleh pemerintah. Melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), berbagai oknum pejabat baik pusat maupun daerah banyak yang dimejahijaukan. Kerja KPK tidak hanya menjerat pejabat eksekutif namun juga pejabat-pejabat legislatif baik DPR maupun DPRD. Berbagai tindakan preventif pun dilakukan KPK dengan mengadakan berbagai iklam budaya anti korupsi, sosialisasi anti korupsi melalui kegiatan interaktif di televisi, menerbitkan buku saku seputar kegiatan KPK dan perlawanan terhadap korupsi serta merekrut anggota sukarelawan untuk menjadi bagian dari tim KPK. Bahkan belum lama ini KPK mengeluarkan rencana untuk membuat baju khusus untuk tahanan kasus korupsi.

Namun demikian, bukan berarti bahwa praktek korupsi di Indonesia telah surut. Sebaliknya diberbagai tempat masih saja ditemui tingkat korupsi yang menjadi-jadi. Koran Kompas Tgl 16 januari 2009 lalu melansir berita tentang peningkatan korupsi di Jawa Tengah. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Jawa Tengah (BPKP Jateng) menargetkan 61 pengusustan kasus korupsi tahun 2008, namun kenyataannya kasus dilapangan melebihi target. Ini merupakan indikasi adanya peningkatan korupsi di Jawa Tengah.

Indonesia memang belum sepenuhnya bebas dari korupsi. Koran Kompas 17 September 2001 mengutip hasil analisis Transparansi Internasional yang mengeluarkan indek tahunan mengenai persepsi masyarakat bisnis dan akademisi Tahun 1996 pada 50 negara. Hasil penelitian mereka masih menempatkan posisi Indonesia pada 10 besar negara dengan derajat korupsi tertinggi. Sementara hasil penelitian PERC (Political & Econimic Risk Consultancy Ltd) justru menempatkan Indonesia sebagai negara urutan ketiga se-Asia dalam hal korupsi.

Bagaimana jika negara ini dipimpin oleh orang-orang yang korup? Bagaimana jika wakil-wakil rakyat kita adalah orang-orang yang korup? Persolan korupsi bukan barang baru. Sejak zaman nabi-nabi pra Mesias, persoalan korupsi sudah menggejala dan menyengsarakan rakyat. Nabi-nabi seperti Hosea, Amos, Yesaya, Yeremia, dll bangkit menyerukan suara kenabian untuk mengingatkan para pejabat pemerintahan yang korup.

Daniel: Latar Belakang Sosial dan Keagamaan 

Kajian kita kali ini akan difokuskan pada kehidupan Daniel. Daniel adalah teladan yang sempurna pada zamannya sebagai seorang pejabat pemerintahan yang memiliki integritas moral dan spiritual. Daniel adalah keturunan bangsawan Yahudi yang dibuang ke Babilonia bersama beberapa teman lainnya pada saat pemerintahan Nebukadnezar pada tahun 606 SM. Dia hidup dengan melewati tiga zaman pemerintahan yaitu Nebukadnezar dari Babilonia (Dan 2:1), Belyazar dari Babilonia pada tahun 606-519 SM (Dan 5:1), Darius dari Media pada tahun 519 (Dan 6:1) serta Koresh dari Persia pada tahun 330 SM (Dan 10:1). 

Daniel memiliki keistimewaan. Pada ayat 4 dikatakan bahwa Daniel memiliki Ruakh Yatira. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan dengan “roh yang luar biasa”. American Standard Version menerjemahkan dengan “roh di atas rata-rata”, sementara The New International Version menerjemahkan dengan “kualitas yang luar biasa”. Ruakh Yatira yang dimiliki Daniel berkaitan dengan kemampuannya mengelola pemerintahan, organisasi dan kepemimpinan atas suatu wilayah. Bukan hanya itu saja, Ruakh Yatira yang dimiliki Daniel berkaitan rapat dengan kemampuan Daniel melihat masa depan berkaitan dengan apa yang akan terjadi atas Israel dan pemerintahan bangsa-bangsa pada zaman akhir. Daniel Pasal 7-12 lebih banyak menceritakan berbagai mimpi dan penglihatan Daniel yang berbicara mengenai zaman akhir.

Oleh karena berbagai kelebihan Daniel, maka dia menempati posisi strategis dan terkemuka di zaman Darius Raja Media, yaitu sebagai salah satu dari tiga pejabat tinggi yang mengawasi wakil-wakil raja di daerah. Tiap-tiap wakil raja di daerah akan melaporkan dan memberikan pertanggungjawaban pada pejabat tinggi yang telah ditunjuk Sang Raja dan salah satu dari pejabat tinggi itu adalah Daniel.

Penunjukkan Daniel menjadi salah satu pejabat tinggi yang membawahi wakil-wakil raja, menimbulkan kecemburuan teman-temannya. Mereka berupaya untuk menjatuhkan Daniel dengan cara mencari-cari kesalahannya. Tidak satupun kesalahan Daniel ditemukan. Daniel 6:5-6 memberikan kesaksian mengenai kualitas yang dimiliki Daniel sbb:

“Kemudian para pejabat tinggi dan wakil raja itu mencari alasan dakwaan terhadap Daniel dalam hal pemerintahan, tetapi mereka tidak mendapat alasan apa pun atau sesuatu kesalahan, sebab ia setia dan tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya. Maka berkatalah orang-orang itu: "Kita tidak akan mendapat suatu alasan dakwaan terhadap Daniel ini, kecuali dalam hal ibadahnya kepada Tuhannya!"
Terjemahan LAI mengenai kalimat, “sebab ia setia dan tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya”, kurang menggemakan kekuatan karakter Daniel. Dalam bahasa Aramaik dikatakan, di meheman hu, wekol shalu ushekita, la histekakhat alohi, yang oleh New Revised Standard Version diterjemahkan, “karena dia orang yang dapat dipercaya dan tidak ditemukan kelalaian atau korupsi padanya”. Daniel adalah orang yang dapat dipercaya, dengan kata lain jujur. Tidak lalai, dengan kata lain disiplin. Tidak korupsi, dengan kata lain tidak melakukan manipulasi atau penipuan.

Kualitas moral Daniel bukan bakat alami yang dimilikinya. Kualitas moral Daniel lahir sebagai hasil dari kualitas spiritualnya. Bagaimana kualitas moral Daniel, demikianlah dengan kualitas spiritualnya. Mari kita perhatikan kualitas spiritual yang bagaimana yang dimiliki Daniel. 

Pertama, Daniel adalah yang melandaskan kehidupannya berdasarkan Torah. Dalam Daniel 1:8 dikatakan sbb:

“Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan dirinya”.
Sikap hidup Daniel didorong oleh pemahamannya atas Imamat 11 mengenai makanan yang “kosher” (layak dimakan) dan “tidak kosher”, serta gaya hidup Adam dan Khawa yang hanya makan tumbuhan hidup (Kej 1:30). 

Kedua, Daniel adalah seorang yang memiliki hubungan pribadi dengan Tuhannya yang dibangun melalui kehidupan doa. Ketika teman-teman Daniel mencari-cari kesalahan Daniel dalam hal ibadahnya, sehingga berhasil menjerumuskan Raja Nebukadnezar untuk menghukum Daniel, dikatakan pada pasal 6:11 sbb:

“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Tuhannya, seperti yang biasa dilakukannya”.
Daniel memiliki kebiasaan berdoa tiga kali sehari, “seperti yang biasa dilakukannya”. Daniel tidak berdoa tiga kali sehari karena ada badai dalam hidupnnya. Daniel berdoa tiga kali sehari sebagaimana yang biasa dia lakukan sebelumnya, baik ketika ada badai dalam hidup maupun dalam keadaan tenang. Dalam bahasa Aram dikatakan, di hawa aved min qadmat dena, yang arti harafiahnya, “sebagaimana dia melakukannya sejak dari mulanya”. Kata qadmat bermakna “awal mulanya” atau “waktu yang lampau”. Jadi, Daniel sudah sejak mulannya melakukan kebiasaan doa harian tiga kali sehari.

Frasa, “Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Tuhannya”, ada kata yang tidak diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, sehingga mengurangi kekuatan pesan yang hendak disampaikan naskah sumber. Kata tersebut adalah zimnin, yang bermakna “waktu-waktu yang telah ditetapkan”. Sehingga frasa terjemahan tersebut selayaknya adalah, “Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; dan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan, tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Tuhannya”. Sampai hari ini, orang-orang Yahudi tetap melestarikan waktu-waktu doa yang disebut dengan zemanim dan pola-pola doa yang disebut tefilah yang terdiri dari shakharit (pagi), Minkhah (siang), Ma’ariv (petang).

Ketiga, Daniel adalah orang yang beriman sepenuhnya pada Tuhannya. Ekspresi keimanan Daniel terekam dalam Daniel 6:20-24 sbb:

"Pagi-pagi sekali ketika fajar menyingsing, bangunlah raja dan pergi dengan buru-buru ke gua singa; dan ketika ia sampai dekat gua itu, berserulah ia kepada Daniel dengan suara yang sayu. Berkatalah ia kepada Daniel: "Daniel, hamba Tuhan yang hidup, Tuhanmu yang kausembah dengan tekun, telah sanggupkah Ia melepaskan engkau dari singa-singa itu?" Lalu kata Daniel kepada raja: "Ya raja, kekallah hidupmu! Tuhanku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap tuanku, ya raja, aku tidak melakukan kejahatan." Lalu sangat sukacitalah raja dan ia memberi perintah, supaya Daniel ditarik dari dalam gua itu. Maka ditariklah Daniel dari dalam gua itu, dan tidak terdapat luka apa-apa padanya, karena ia percaya kepada Tuhannya”.
Daniel menegaskan sikap imannya dengan mengatakan:

“Tuhanku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga mereka tidak mengapa-apakan aku, karena ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya”.
Dan penulis kehidupan Daniel memberikan keterangan pada ayat 24, “Maka ditariklah Daniel dari dalam gua itu, dan tidak terdapat luka apa-apa padanya, karena ia percaya kepada Tuhannya”. Kalimat, “karena ia percaya kepada Tuhannya”, dalam bahasa Aramaik dituliskan, di hemin be Elaheh. Kata hemin dari kata aman yang artinya “taat”, “setia”, “yakin”. Sikap iman yang sama sebelumnya telah diperlihatkan oleh Daniel manakala dirinya dimasukkan dalam dapur api karena enggan menyembah patung Raja Nebukadnezar. Dalam Daniel 3:17-18 dilaporkan sbb:

“Jika Tuhan kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."
Demikianlah tiga contoh yang menegaskan kualitas spiritual Daniel yang mengimbas dalam bentuk kualitas moralnya dalam pekerjaan dan jabatannya. Kata kunci yang harus kita garis bawahi: “kualitas moral lahir dari kualitas spiritual dan spiritualitas yang berkualitas melahirkan moralitas yang berkualitas”. Hasil akhir dari kualitas spiritual dan moral yang tahan uji dalam menghadapi berbagai godaan tersebut adalah, “Dan Daniel ini mempunyai kedudukan tinggi pada zaman pemerintahan Darius dan pada zaman pemerintahan Koresh, orang Persia itu” (Dan 6:29).

Refleksi

Apa yang dapat kita petik dari kisah Daniel di atas? Pertama, kita harus menjadi orang beriman yang “dapat dipercaya”, “tidak lalai” serta “tidak bermentalitas korupsi”. Kisah Daniel memberikan inspirasi dan dorongan pada orang-orang beriman untuk menjadi garam dan terang dunia, dengan menunjukkan kualitas moral yang baik. Kita dapat menunjukkan kualitas moral itu di berbagai bidang kehidupan, al. di sekolah, di kantor, di tempat bekerja, entah sebagai pemimpin maupun karyawan atau usahawan. Khususnya mereka yang berkomitmen melibatkan diri dalam aktivitas panggung politik, kisah Daniel mendorong kita untuk menjadi politisi dan birokrat yang “dapat dipercaya”, “tidak lalai” serta “tidak bermentalitas korupsi”. Jangan hanya menjadikan kekuasaan dan uang sebagai orientasi namun tunjukkanlah kualitas moral yang baik. Karena dengan kualitas moral yang baik, politisi dan birokrat akan dicintai rakyat dan membuat jabatannya semakin tinggi dan berkelanjutan, sebagaimana dialami Daniel. Jangan hanya mengobral janji tapi bekerjalah dengan sepenuh hati untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. Jangan menjadikan jabatan legislatif sebagai ladang bisnis melainkan ajang untuk mengabdikan diri untuk kepentingan orang banyak. Ciri seorang politisi /anggota legislatif/eksekutif  “Kristen” (Mesianik) adalah kualitas moralnya yang mewarnai seluruh tindakan-tindakannya.

Kedua, agar orang beriman memiliki kualitas moral yang baik, maka dia harus membangun spiritualitas yang berkualitas. Kualitas spiritual bukanlah semata-mata rajin beribadah namun memungkiri kekuatan ibadah. Kualitas spiritual bukanlah tekun membaca Kitab Suci namun tidak memahami pesan-pesan di dalamnya. Kualitas spiritual bukanlah giat memberikan persembahan dan derma namun mengganggap persembahan dan derma itu untuk mempertontonkan status sosialnya. Kualitas spiritual adalah kehidupan kerohanian orang beriman yang hidup dan dinamis dalam pengenalannya akan Tuhan dan firman-Nya. Orang tidak akan takut dengan berbagai aturan yang mengancam dengan penjara atas perilaku korup. Korup adalah penyakit dalam jiwa seseorang. Kesembuhan mentalitas korup haruslah memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan. Hubungan yang benar dengan Tuhan, akan menjauhkan kita dari sikap-sikap korup. Sehingga tanpa aturan yang menakut-nakuti pun, seseorang akan takut berbuat dosa korupsi. Khususnya mereka yang berkomitmen melibatkan diri dalam aktivitas panggung politik, kisah Daniel mendorong kita untuk menjadi politisi dan birokrat yang Takut akan YHWH dan Mesias Yahshua. Politisi dan birokrat yang tidak memiliki kualitas spiritual tidak memiliki orientasi melayani dan jiwa pengabdian. Bagaimana akan dihasilkan kualitas moral yang baik, jika para politisi dan birokrat adalah orang-orang yang menyepelekan ibadah, menjauh dari pertemuan-pertemuan ibadah, tidak memiliki kedisplinan dan kerinduan bersekutu secara pribadi dengan Tuhan, bahkan tidak pernah membaca dan memahami Kitab Suci?

Dari penjelasan di atas, marilah menjadikan kisah Daniel sebagai inspirasi dan daya dorong untuk melakukan berbagai perubahan dalam hidup dan menjadi terang serta garam dunia sebagai wujud kesaksian murid-murid Yahshua yang di utus ke dalam dunia.

No comments:

Post a Comment