Thursday, November 3, 2016

AGAMA DAN KOMODITAS


Setiap barang selalu memiliki dua nilai dalam dirinya yaitu “nilai guna” dan “nilai jual” atau “nilai ekonomi”. Nilai guna berbicara perihal fungsi dan kegunaan sebuah barang atau benda. Pisau berfungsi dan berguna untuk mengupas, menguliti, menyobek dll. Nilai ekonomi berbicara perihal harga sebuah barang dalam kegiatan ekonomi dan pasar. Ini yang disebut dengan istilah “komoditas” alias barang yang dapat diperjualbelikan. Pisau memiliki nilai jual karena ada orang yang membelinya dan membutuhkannya sementara si pembeli tidak memiliki pisau. Namun ternyata bukan hanya benda dan barang yang memiliki nilai guna dan nilai jual, bahkan sejumlah situasi, kondisi, tindakan, peristiwa serta perilaku keagamaan dapat menjadi sebuah nilai jual atau nilai ekonomi. Kemiskinan sebagai kondisi bisa diubah menjadi nilai ekonomi oleh orang-orang yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. 

Tindakan seseorang yang kedapatan melakukan pelanggaran hukum atau pelanggaran norma bisa memiliki nilai jual bagi sekelompok orang yang ingin memeras dan memperoleh keuntungan pribadi. Ini yang diistilahkan dengan “komodifikasi” alias proses menjadikan situasi, kondisi, tindakan, peristiwa serta perilaku keagamaan menjadi sebuah “komoditas” yang mendatangkan nilai ekonomi. Bahkan dalam keagamaanpun terjadi proses komodifikasi ini. Lihatlah sejumlah perilaku suatu komunitas dan organisasi yang memperjualbelikan barang-barang yang seharusnya memiliki nilai guna dalam ritual seperti “anggur” yang telah didoakan dan diiklankan mendatangkan kesembuhan. Bukankah roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus selayaknya hanya dipergunakan saat itu untuk memperingati kewafatan dan karya Mesianis Yesus dan bukan yang lain? Ada pula yang mengiklankan dan menjual “darah Yesus”. Ada pula yang menawarkan kehebatan pengkotbah dalam retorikanya atau kelebihannya di bidang kesembuhan. Ada pula yang menawarkan kelengkapan fasilitas dan pelayanan gerejanya dibandingkan gereja lainnya. 

Efek kapitalisme global membentuk kultur atau kebudayaan materialistik yang merasuk ke dalam kehidupan gereja modern sehingga ritual ibadah mengalami komodifikasi. Ingatlah, ibadah bukanlah untuk mencari keuntungan finansial sebagaimana dikatakan, “yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan” (1 Tim 6:5)

No comments:

Post a Comment