Jika kita membaca Torah, maka kata “musuh”
dan “perlawanan” serta “binasa” menjadi begitu dominan dituliskan sebagai respon
seseorang terhadap mereka yang berlaku jahat terhadap dirinya, keluarganya atau
bangsanya, sebagaimana dikatakan, “Lima
orang dari antaramu akan mengejar seratus, dan seratus orang dari antaramu akan
mengejar selaksa dan semua musuhmu akan tewas di hadapanmu oleh pedang”(Im
26:8 - Band. Kej 24:60, Bil 14:42, 1 Sam 12:1). Bahkan dalam Mazmur banyak
tertulis doa-doa Daud yang meminta Tuhan membinasakan musuhnya antara lain, “Yahweh telah mendengar permohonanku, Yahweh
menerima doaku. Semua musuhku mendapat malu dan sangat terkejut; mereka mundur
dan mendapat malu dalam sekejap mata” (Mzm 6:11). Lantas bagaimana kita
menyelaraskan teks perihal musuh dan respon perlawanan terhadap musuh serta
doa-doa memohon kebinasaan terhadap musuh dengan sabda Yesus Sang Mesias
perihal mengasihi musuh?
Perlu kita luruskan dan tegaskan terlebih dahulu bahwa
Tuhan Yahweh melalui Torah-Nya tidak pernah memerintahkan dendam dan permusuhan sebagaimana dikatakan, “Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau
harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan
dosa kepada dirimu karena dia. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah
menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri; Akulah Yahweh” (Im 19:17-18). Oleh karenanya sabda
Yesus harus didudukkan dalam konteks hubungan sosial dengan sesama, apabila
terjadi perselisihan dan permusuhan dan perencanaan buruk oleh orang lain,
janganlah kita kemudian membenci dan melakukan pembalasan dengan
menyalahgunakan ayat yang keliru penempatan dan maksud serta tujuannya.
Teks-teks yang dikutip sebelumnya perihal “melawan musuh” dan memohon “kebinasaan
terhadap musuh”, harus diletakkan dalam konteks peperangan. Dunia Israel kuno
sebelum terbentuknya Teokrasi hingga terbentuknya Teokrasi sarat dengan
kehidupan peperangan dan perebutan wilayah antar suku dan bangsa. Oleh
karenanya wajar jika dalam konteks peperangan harus ada musuh perlawanan
terhadap musuh secara fisik serta memohon pertolongan Tuhan agar mengalahkan
musuh.
Adakah saat terjadi Perang Dunia 1 dan 2 atau perang kemerdekaan
Indonesia melawan penjajah, seorang prajurit berdoa agar Tuhan mengampuni orang
yang akan membunuh dirinya? Doa yang pantas dinaikkan adalah doa agar Tuhan
memberi kemenangan dan mengalahkan musuh demi tegaknya kedaulatan negara bukan?
Demikianlah konteks doa-doa dalam Mazmur perihal permohonan Daud memberi
kebinasaan dan kekalahan terhadap musuh-musuhnya. Dalam konteks peperangan,
maka yang berlaku adalah hukum peperangan. Perihal
peperangan, Torah mengatur mengenai beberapa perkara sbb:
(1) Kategorisasi yang harus berperang
“Para pengatur pasukan haruslah berbicara
kepada tentara, demikian: Siapakah orang yang telah mendirikan rumah baru,
tetapi belum menempatinya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan
ia mati dalam pertempuran dan orang lain yang menempatinya. Dan siapa telah
membuat kebun anggur, tetapi belum mengecap hasilnya? Ia boleh pergi dan pulang
ke rumahnya, supaya jangan ia mati dalam pertempuran dan orang lain yang
mengecap hasilnya. Dan siapa telah bertunangan dengan seorang perempuan, tetapi
belum mengawininya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan ia
mati dalam pertempuran dan orang lain yang mengawininya. Lagi para pengatur
pasukan itu harus berbicara kepada tentara demikian: Siapa takut dan lemah
hati? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-saudaranya
jangan tawar seperti hatinya. Apabila para pengatur pasukan selesai berbicara
kepada tentara, maka haruslah ditunjuk kepala-kepala pasukan untuk mengepalai
tentara” (Ul 20:5-9).
(2) Perdamaian lebih penting dari peperangan
“Apabila engkau mendekati suatu kota untuk
berperang melawannya, maka haruslah engkau menawarkan perdamaian kepadanya.
Apabila kota itu menerima tawaran perdamaian itu dan dibukanya pintu gerbang
bagimu, maka haruslah semua orang yang terdapat di situ melakukan pekerjaan
rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu. Tetapi apabila kota itu tidak mau
berdamai dengan engkau, melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau, maka
haruslah engkau mengepungnya; dan setelah YHWH Tuhanmu, menyerahkannya ke dalam
tanganmu, maka haruslah engkau membunuh seluruh penduduknya yang laki-laki
dengan mata pedang. Hanya perempuan, anak-anak, hewan dan segala
yang ada di kota itu, yakni seluruh jarahan itu, boleh kaurampas bagimu
sendiri, dan jarahan yang dari musuhmu ini, yang diberikan kepadamu oleh YHWH
Tuhanmu, boleh kaupergunakan. Demikianlah harus kaulakukan terhadap segala kota
yang sangat jauh letaknya dari tempatmu, yang tidak termasuk kota-kota
bangsa-bangsa di sini. Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa itu yang diberikan
YHWH Tuhanmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kaubiarkan hidup apa
pun yang bernafas, melainkan kautumpas sama sekali, yakni orang Het, orang
Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus, seperti yang
diperintahkan kepadamu oleh YHWH Tuhanmu, supaya mereka jangan mengajar kamu
berbuat sesuai dengan segala kekejian, yang dilakukan mereka bagi elohim mereka,
sehingga kamu berbuat dosa kepada YHWH Tuhanmu” (Ul 20:10-18).
(3) Jangan merusak ekosistem alam sekitarnya
“Apabila dalam memerangi suatu kota, engkau
lama mengepungnya untuk direbut, maka tidak boleh engkau merusakkan pohon-pohon
sekelilingnya dengan mengayunkan kapak kepadanya; buahnya boleh kaumakan,
tetapi batangnya janganlah kautebang; sebab, pohon yang di padang itu bukan
manusia, jadi tidak patut ikut kaukepung. Hanya pohon-pohon, yang engkau tahu
tidak menghasilkan makanan, boleh kaurusakkan dan kautebang untuk mendirikan
pagar pengepungan terhadap kota yang berperang melawan engkau, sampai kota itu
jatuh" (Ul 20:19-20).
(4) Keadilan dan kebenaran dalam
memperlakukan wanita tawanan perang
"Apabila engkau keluar berperang melawan
musuhmu, dan YHWH Tuhanmu menyerahkan mereka ke dalam tanganmu dan engkau
menjadikan mereka tawanan, dan engkau melihat di antara tawanan itu seorang
perempuan yang elok, sehingga hatimu mengingini dia dan engkau mau mengambil
dia menjadi isterimu, maka haruslah engkau membawa dia ke dalam rumahmu.
Perempuan itu harus mencukur rambutnya, memotong kukunya, menanggalkan pakaian
yang dipakainya pada waktu ditawan, dan tinggal di rumahmu untuk menangisi ibu
bapanya sebulan lamanya. Sesudah demikian, bolehlah engkau menghampiri dia dan
menjadi suaminya, sehingga ia menjadi isterimu. Apabila engkau tidak suka lagi
kepadanya, maka haruslah engkau membiarkan dia pergi sesuka hatinya; tidak
boleh sekali-kali engkau menjual dia dengan bayaran uang; tidak boleh engkau
memperlakukan dia sebagai budak, sebab engkau telah memaksa dia” (Ul 21:10-14)
Sabda Yesus mengajak kita untuk memutus
rantai konflik dan bukan memperpanjang konflik dan permusuhan dan tidak bertentangan
dengan Torah yang mengatur perihal menghadapi musuh dan lawan dalam peperangan.
No comments:
Post a Comment