Monday, May 22, 2017

PELAJARAN DARI SEBUNGKUS KENTANG



Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak (TK) mengadakan sebuah “permainan” pada murid-murid di kelasnya. Ibu Guru menyuruh tiap-tiap muridnya membawa kantong plastik bening berisikan beberapa buah kentang. 

Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa dan tergantung jumlah orang-orang yang dibenci. 

Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka tiap-tiap kentang di beri nama sesuai nama orang yang dibenci. 

Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu. Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat baunya juga tidak sedap. 

Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir. Berkatalah Ibu Guru, ”Bagaimana rasanya membawa kentang selama satu minggu ?” Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut ke mana pun mereka pergi. 

Guru pun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan, “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya satu minggu bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya bukan?”

Dalam bukunya yang berjudul, Rela Memaafkan: Obat Yang Ampuh, Gerald Jampolsky, M.D. menuliskan, “Lewat rela memaafkan, kita mendapatkan segala yang pernah diinginkan hati kita. Kita terbebas dari ketakutan, rasa marah dan kepedihan untuk mengalami keutuhan bersama sesama dan mata air rohani kita ... Memaafkan membuat kita terlepas dari bayang-bayang masa lalu, entah itu bayang-bayang diri kita sendiri maupun orang lain” (2001:16). 

Memaafkan dan mengampuni memang bukan tindakkan yang mudah karena membutuhkan kekuatan dan keberanian untuk melawan diri sendiri. Namun memaafkan dan mengampuni itu membebaskan jiwa kita dari belenggu dendam yang membusukkan perasaan. 

Yesus mengajarkan agar kita tidak menutup diri dari tindakkan mengampuni seseorang yang bersalah pada diri kita. Secara simbolik Yesus melipatgandakkan apa yang diutarakan Petrus bahwa mengampuni harus tujuh kali menjadi tujuh puluh tujuh kali (Mat 18:21-35). Jumlah yang banyak ini menggambarkan betapa kita harus menyediakan sebanyak mungkin yang kita bisa.

No comments:

Post a Comment