Pada suatu hari ada seekor rubah lapar yang menginginkan untuk memakan buah anggur yang ranum disebuah kebun yang luas. Namun dia terhadap oleh tembok yang tinggi dan tebal. Dia hanya bisa melihat ranumnya buah anggur dari balik lubang atau celah mengangga di salah satu tembok tersebut.
Dia pun memasukkan kepalanya namun lubang itu terlalu kecil untuk memuat badannya. Maka dia mencari akal bagaimana caranya agar dia dapat memasuki kebun anggur tersebut melalui celah sempit itu.
Kemudian dia menemukan ide bahwa dia harus berpuasa selama tiga hari agar badannya mengecil dan bisa memasuki lubang tersebut. Akhirnya setelah tiga hari rubah itu berhasil mengecilkan badannya sehingga dia dapat memasuki lubang tersebut.
Dengan riang gembira dia pun melahap sebanyak-banyaknya buah anggur yang ranum dan harum serta menyegarkan mulutnya tersebut. Akhirnya rubah itu pun merasa puas dan inggin kembali ke sarangnya.
Sayang ketika dia hendak masuk ke dalam lubang darimana dia masuk, dia pun tidak mampu memasuki lubang tersebut. Ternyata badannya telah menjadi gemuk. Lalu rubah itu memutar akalnya agar dia dapat memasuki kembali lubang tersebut.
Akhirnya rubah tersebut memutuskan untuk berpuasa tiga hari untuk mengecilkan badannya. Sebelum masuk ke dalam tembok untuk meninggalkan kebun anggur tersebut sang rubah menengok kepada pohon anggur dan berkata, “Wahai pohon anggur, betapapun manis dan eloknya rupa dan rasamu, apakah kebaikannya bagiku?Ternyata sebagaimana aku datang dengan tidak membawa apa-apa akupun pulang dengan tidak membawa apa-apa”.
Ilustari di atas diceritakan oleh Rabi Akiva Ben Yosef (50-135 Ms). Dia memiliki murid sebanak 24.000 dan diantaranya yang terkenal adlah Rabbi Simeon ben Yohai dan Rabbi Meir. Rabi Akiva termasuk yang mendukung Revolusi Bar Khokbah tahun 135 yang dipimpin oleh Simon Bar Khokba untuk menentang penjajahan Romawi.
Rabi Akiva menjelaskan makna ilustrasi di atas bahwasanya sebagaimana manusia datang dengan tangan hampa demikianlah dia kembali dengan tidak membawa apapun. Kecintaan terhadap dunia ini hanya akan mendatangkan penderitaan. Manusia hanya membawa pengetahuan tentang Torah, Tsedaqah dan Gemilut Khasadim atau perbuatan baik saat dia meninggal.
Sekalipun Rabi Akiva tidak menerima dan tidak percaya pada Yesus (Yahshua/Yeshua) sebagai Mesias namun pengajaran dan kesalehannya yang berlandaskan Torah tetap relevan dan menjadi pelajaran menarik untuk direnungkan.
Ayub memaparkan fakta bahwa manusia datang dengan tidak membawa apa-apa dan kembali pulang dengan tidak membawa apa-apa.
“katanya: Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Yahweh yang memberi, Yahweh yang mengambil, terpujilah nama Yahweh!" (Ayb 1:21)
Saat Alexander Agung sang pemimpin Yunani ternama yang telah berhasil menaklukan wilayah-wilayah yang jauh dan menjadi raja besar wafat dalam usia muda yaitu 33 tahun. Saat kematiannya tandu yang mengusung peti matinya memperlihatkan kedua tangan yang terkulai keluar dari balik peti matinya. Ini memang pesan Alexander sebelum meninggal. Dia mau mengatakan kepada semua pengikutnya bahwa dia mati dengan tidak membawa apapun baik kedudukan, kekayaan dan kejayaan.
Saat manusia mati dan jasadnya menjadi tanah dia sesungguhnya tidak membawa apapun yang berasal dari dunia ini. Dia hanya membawa segala pengetahuan dan kebaikkan atau perbuatannya belaka. Oleh karenanya perbuatan apakah yang telah kita bawa saat kita meninggal?
Nats kita mengatakan demikian: “Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka" (Why 14:13).
Frasa, “karena segala perbuatan mereka menyertai mereka” memberikan pemahaman mendalam pada kita bahwa saat kita meninggal yang kita bawa bukanlah harta benda, kesuksesan, kejayaan, kedudukan. Hal-hal tersebut akan musnah. Kita akan membawa sesuatu yang tidak ternilai sebelum mengalami penggenapan janji kehidupan kekal yang diberikan Yesus Sang Mesias Junjungan Agung Ilahi kita. Apakah itu? Perbuatan kita. Dan perbuatan kita itu akan menyertai kita saat kita berbaring dalam rahim bumi.
Kita sudah kerap diajar bahwa keselamatan adalah berdasarkan Anugrah Tuhan yang direspon oleh Iman dan bukan berdasarkan perbuatan baik kita. Itu benar. Namun bukan berarti perbuatan baik tidak memiliki nilai baik dalam kehidupan kita di dunia maupun di dalam kekekalan.
FUNGSI DAN KEDUDUKAN PERBUATAN BAIK
Sebelum kita mengupas nilai dari perbuatan baik hendaklah kita memahami fungsi dan kedudukan perbuatan baik dalam kehidupan pengikut Mesias.
Rasul Yakobus (Ya’aqov) mengatakan sbb: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:14-17).
Fungsi perbuatan adalah MENYEMPURNAKAN dan MEMBUKTIKAN bahwa seseorang memiliki iman sebagaimana dikatakan: “Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18) dan “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna” (Yak 2:22).
Rasul Paul mengatakan dalam suratnya bahwa Kitab Suci dapat melengkapi kita dengan pedoman-pedoman berbuat baik. Muara akhir pembacaan dan pemahaman atas Kitab Suci adalah berbuat baik sebagaimana dikatakan: “Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Tuhan diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim 3:16-17). Perbuatan baik adalah PENGAMALAN seseorang akan perintah-perintah Tuhan.
NILAI & UPAH PERBUATAN BAIK
Setelah kita mengulas fungsi dan kedudukan perbuatan baik marilah kita menggali nilai dan upah dari perbuatan baik.
Rasul Paul mengatakan sbb: “Jangan sesat! Tuhan tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Gal 6:7-9).
Dalam suratnya yang lain Rasul Paul mengingatkan sbb: “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Dan Tuhan sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Kor 9:6-8)
Dua kutipan surat di atas memberikan penegasan pada kita bahwa seberapa banyak yang kita perbuat entah menolong orang atau memberikan tsedaqah kita dalam bentuk harta kepada yang memerlukannya, akan BERDAMPAK dalam kehidupan kita. Seberapa banyak kita berbuat, demikianlah yang akan kita terima dalam kehidupan ini. Oleh karenanya, janganlah jemu dalam berbuat kebajikan agar kita memperoleh kebajikan dan kemurahan Tuhan dalam kehidupan di dunia ini.
Saya sering melihat dan menggemari salah satu tayangan di televisi swasta yang berjudul “Minta Tolong”. Tayangan ini menyiarkan bagaimana respon orang-orang kaya ketika seseorang meminta tolong sesuatu darinya sangat jauh berbeda dengan orang-orang miskin. Justru yang selalu memiliki kepekaan sosial dalam menolong adalah orang-orang yang marjinal secara ekonomi dan sosial sehingga mereka akhirnnya menerima upah dan berkat dari penyelenggara program siaran tersebut. Demikian pula jika kita tekiun dan rela dalam berbuat kebaikan tanpa mengharap upah dan pahala, maka Tuhan akan menyediakan upah dan pahala berupa kebaikkan yang akan mencukupi kebutuhan dalam kehidupan kita.
Perbuatan baik bukan hanya memiliki nilai di DUNIA ini namun dalam KEKEKALAN. Maksud saya, perbuatan baik bukan prasyarat untuk masuk dalam kekekalan karena sebagai pengikut Mesias kita telah menerima kekekalan dan kehidupan melalui iman kita kepada Yesus Sang Mesias, namun demikian perbuatan baik kita di dunia kita akan memiliki nilai yang dibawa dan menentukan kita sebagai apa dan bagaimana dalam kekekalan sebagaimana dikatakan:
“Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman” (Rm 2:6-8).
“Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan (Mesias) supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2 Korintus 5:10).
“Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: "Halelu-Yah! Karena YHWH, Tuhan kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus). Lalu ia berkata kepadaku: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Tuhan” (Why 19:6-9)
Marilah kita berbuat baik selama hidup kita. Sebagai pengikut Mesias yang telah menerima janji kehidupan kekal marilah kita menghiasi dan mengisi rumah kekal yang kelak disediakan bagi kita dengan segala perbuatan baik yang kita lakukan di dunia ini, bukan hanya kepada orang yang seiman maupun yang tidak seiman. Perbuatan baik yang kita lakukan haruslah keluar dari pemahaman kita terhadap firman Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci dan bukan hanya dikarenakan standar kebaikan pada umumnya sebagaimana dikatakan: “Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Tuhan diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim 3:16-17)
AMN. AMN. AMN.
ReplyDeleteShalom Alaika,
Bapak Teguh, bagaimana apabila orang Kristen yang sudah menerima keselamatan dari Tuhan karena anugerah-Nya, tetapi tidak melakukan perbuatan baik. Misalnya, tidak suka menolong (menolong hanya pilih-pilih orang yang akan ditolong), tidak memberi sedekah (memberi hanya kepada orang-orang tertentu yang disenangi), dsb. Apakah orang Kristen tersebut masih dapat dikatakan layak untuk menerima keselamatan dari Tuhan. Sebab ayat firman Tuhan:“Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman” (Rm 2:6-8).
“Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan (Mesias) supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2 Korintus 5:10).
Apakah itu artinya, orang Kristen tersebut tidak layak untuk menerima hidup kekal seperti yang sudah dijanjikan Tuhan?
Terima kasih.
Y2O.
Di Sorga ada kedudukan yang berbeda sebagaimana dikatakan:
ReplyDelete"Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah Torah sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Torah ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga" (Mat 5:19)
Maka mereka yang telah menerima anugrah kehidupan kekal namun miskin dalam perbuatan baik, mereka akan menerima balasan berupa minimnya apa yang mereka peroleh dalam kekekalan.