Pada
tanggal 14 April tahun 1912, terjadi tragedi yang begitu mengguncang dunia,
sebanyak 1500 orang lebih diketahui menjadi korban tragedi yang saat itu
terjadi di samudra atlantik. Kapal Titanic,
sebuah kapal megah yang sangat populer di zamannya saat itu, harus rela menjadi
tumpukan besi didasar laut setelah tak dapat menghindari tabrakan dengan gunung
es.
Kapal Titanic ini diciptakan oleh
White Star Line, kapal ini seolah
menjadi saksi kunci, musibah yang terjadi pada tanggal 14 April tersebut.
Awalnya, Titanic di rancang untuk
menyaingi dua kapal mewah yang lebih dahulu ada, yakni Lusitania dan Mauretania
keluaran Cunard Line.
Proses pembangunan yang dimulai sejak 31 Maret 1909
hingga 31 Maret 1912, membuat Titanic
sangat begitu dinantikan kemunculannya oleh berbagai lapisan masyarakat. Dengan
panjang sekitar 269 meter dengan lebar 28 meter, Titanic mampu menampung sebanyak 3.500 penumpang, termasuk para
awak kapal.
Dilengkapi pemandian khas Turki, ruangan olahraga, fasilitas kolam
renang, sasana squash, perpustakaan, dan juga tempat ibadah, tak heran Titanic berhasil meraih gelar sebagai
kapal termewah, yang bahkan digadang-gadang takkan bisa tenggelam kala itu.
Ketika pembangunan Titanic selesai,
seorang reporter pernah bertanya pada Thomas Andrews, “Seberapa amankah kapal ini untuk berlayar di Samudra Atlantik?”
dan dengan sombong Thomas Andrews pun menjawab, “Bahkan Tuhan pun tak bisa menenggelamkannya”.
Pada tanggal 10
April 1912 untuk pertama kalinya berlayar menuju Amerika Serikat dari Eropa.
Namun 4 hari kemudian, tak disangka-sangka kapal mewah ciptaan Thomas Andrews
tersebut menabrak gunung es yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa lalu
kapal tersebut robek dan tenggelam di Samudra Atlantik Utara.
Kisah naas di
atas memberikan pelajaran utama perihal bahaya kesombongan akan menuai
kebinasaan. Sehebat apapun pekerjaan manusia, kehebatannya adalah sebuah
anugrah dari sang pemberi yaitu Tuhan.
Berbeda dengan kisah di atas, kita
mendapati kenyataan bahwa perahu yang ditumpangi murid Yesus hanya terbuat
dari kayu. Saat badai menderu dan hendak melumat, wibawa suara Sang Putra Tuhan
yang berkata: “Diamlah!” meredakan amukan badai. Tanpa Yesus Sang Mesias Putra
Tuhan di dalam kehidupan kita, sehebat apapun kehidupan yang kita jalani,
rentan untuk dihancurkan badai kehidupan.
Jika Yesus Sang Mesias dan Junjungan Agung Yang Ilahi menjadi pengendali utama kehidupan keluarga kita, maka saat badai tiba, berserulah dalam nama Anak Tuhan agar Dia menenangkan badai dan membuat kita selamat dari amukannya, sebagaimana dikatakan, "Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh" (Mat 8:23-27).
Jika Yesus Sang Juruslamat, Anak Tuhan itu mampu ἐπετίμησεν τοῖς ἀνέμοις (epetimesen tois anemois) alias "menghardik angin" maka berserulah dalam nama Anak Tuhan agar segala sesuatu menjadi terkendali. Frasa, "danau itu menjadi teduh" sesungguhnya dalam bahasa Yunani dituliskan καὶ ἐγένετο γαλήνη μεγάλη (kai egeneto galene megale). King James Version menerjemahkan, "there wa a great calm" (maka terjadi ketenangan yang luar biasa).
Situasi akan terkendali jika kita menjaga jarak dengan badai persoalan dan mengambil kendali terhadap diri sendiri serta berdoa memohon kuasa Bapa Surgawi di dalam Yesus Sang Putra untuk menenangkan badai
No comments:
Post a Comment