Thursday, January 11, 2018

DARI "TOHU WAVOHU" MENJADI "TOV MEOD"


Beberapa penafsir meyakini ada “rentang waktu” antara Kejadian 1:1 dan Kejadian 1:2. Menurut mereka, Kejadian 1:1 adalah peristiwa penciptaan yang pertama dan telah selesai. Sementara Kejadian 1:2-31 adalah penciptaan ulang. Alasan mereka adalah pertama, kata kerja היתה - hayeta yang bermakna “menjadi”, sehingga kalimat והארץ היתה תהו ובהו - wehaarets hayeta tohu wa vohu diartikan, “Dan bumi menjadi kosong dan tidak berbentuk”. 

Ayat ini ditafsirkan bahwa dunia yang sudah sempurna diciptakan Tuhan “menjadi kosong dan tidak berbentuk”. Padahal Tuhan berfirman dalam Yesaya 45:18, “Sebab beginilah firman YHWH, yang menciptakan langit, -- Dialah Tuhan -- yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, -- dan Dia menciptakannya bukan supaya kosong, (לא־תהו בראה - lo tohu veraah) tetapi Ia membentuknya untuk didiami (לשׁבת יצרה - lashevet yetsarah)--: "Akulah YHWH dan tidak ada yang lain”. 

Jika Tuhan tidak menciptakan bumi dalam keadaan tohu wa vohu, maka keadaan ini pastilah disebabkan oleh sesuatu peristiwa. Peristiwa inilah yang memunculkan alasan kedua, bahwa penyebab bumi menjadi תהו ובהו - tohu wa vohu adalah, jatuhnya Lucifer ke dunia (Yes 14:12-15, Yer 4:23-28, Yekhz 28:12-19) sebagaimana disitir Finis Jennings Dake (Dake’s Annotated Reference Bible, 1991:54) dan Jeff Hamond dan Charles Phallaghy (Alkitab & Ilmu Pengetahuan, 1992:92). 

Menyikapi tafsiran di atas, marilah kita melihat secara wajar teks Ibrani dalam Kejadian 1:2. Kata היתה - hayeta dalam Kejadian 17:29 tidak harus diterjemahkan "menjadi", sekalipun dalam terjemahan berbahasa Inggris ditambahkan was. Contoh: “Lea tidak berseri matanya, tetapi Rahel itu elok sikapnya dan cantik parasnya”. Padahal dalam teks Ibrani berbunyi, wee’yne Leah rakkot we Rakhel hayeta yefat toar wifat mare. Sungguh tidak tepat kata היתה - hayeta dalam ayat ini jika diterjemahkan, “dan Rakhel menjadi elok sikapnya dan cantik parasnya”

Kata היתה - hayeta dalam Kejadian 1:2 tidak memiliki makna apapun selain suatu proses dalam penciptaan yang meliputi beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah תהו ובהו tohu wa vohu, seperti seorang pembuat tembikar yang akan memulai dengan bentuk tanah yang tidak beraturan. 

Dan Penciptaan diakhiri dengan sebutan טוב מאד tov meod (Kej 1:31) setelah sebelumnya sebanyak enam kali tiap hasil ciptaan disebut dengan טוב - tov (baik, sempurna). Ini seperti pembuat patung atau tembikar yang menyelesaikan karya ciptaannya yang terbuat dari bahan tanah hingga menjadi ciptaan yang sempurna dan berbentuk indah. Sungguh ciptaan Tuhan sempurna dan indah adanya, melalui proses תהו ובהו - tohu wavohu hingga menjadi טוב מאד - tov meod.

Kesempurnaan Tuhan dapat dilihat dalam karya penciptan-Nya terhadap alam semesta. Kita kutipkan beberapa saja diantaranya. Pertama, tingkat eksentrisitas bumi (kemiringan rotasi bumi) berada dalam angka 2%. Jika kemiringan bumi saat berotasi mendekati angka 0% maka berbentuk lonjong dan jika mendekati angka 1% maka akan berbentuk datar. Dengan kisaran angka kemiringan 2% maka rotasi bumi seperti lingkaran. Jika mendekati kemiringan 1% maka lautan kita akan menguap karena terlalu dekat dengan matahari dan membeku jika menjauh dari matahari (Noel Hornor, Planet Earth; Lucky Accident or Master Handiwork?, Good News Magazine, March-April 2012, p. 5).

Kedua, kadar oksigen dalam atmosfir bumi berjumlah 21%. Dengan jumlah sedemikian, kehidupan bumi dapat terjamin. Apa yang terjadi jika kadar oksigen 25%? Akan ada ledakan besar secara tiba-tiba. Apa yang akan terjadi jika kadar oksigen 15%? Manusia akan mengalami mati lemas (Ibid.,)

Ketiga, bumi kita senantiasa dibombardir cahaya radiasi matahari. Tingkat transparansi atmosfir bumi sebagai penyaring radiasi matahari sangat berpengaruh terhadap kehidupan di bumi. Jika atmosfir bumi terlalu terang akan menimbulkan efek bagi manusia berupa kanker kulit. Namun jika atmosfitr bumi kurang terang maka akan menimbulkan ketiadaan kemampuan foto sintesis pada tanaman hijau yang mengubah air, mineral serta karbon dioksida menjadi oksigen (Ibid., p. 6).

Dengan melihat keteraturan, sinergi dan konstanta dalam gerak kehidupan di alam semesta dan bumi khususnya kita sampai pada pribadi agung yang menciptakan segala keteraturan dan hamonitas tersebut. Maka benarlah pernyataan, hashamayim mesaprim kevod El, umaasyeh yadaiw maggid haraqiya (Langit menceritakan kemuliaan Tuhan, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya, Mzm 19:2).

Alam semesta dan kehidupan di bumi baik tumbuhan, hewan, manusia serta lingkungan alam yang indah dan kondusif memantulkan siapa pembuatnya sebagaimana dikatakan dalam Mazmur 102:26, lepanim haartes yasadtta, umaasheh yadeka shamayim (dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu).

Dari fakta-fakta dan data-data di atas kita melihat bahwa alam semesta dan kehidupan di bumi bergerak dalam sinergi yang harmoni. Ada hukum yang mengatur semua keseimbangan tersebut. Dan jika keseimbangan itu dirusak maka akan terjadi dampak yang merusak kehidupan alam semesta termasuk bumi. Mazmur 119:91 mengatakan, lemishpateka admu, ki hakol avadeka (menurut hukum-hukum-Mu semuanya itu ada sekarang, sebab segala sesuatu melayani Engkau). Demikian pula dikatakan dalam Mazmur 33:9, ki hu amar wayehi hu, tsiwah waya’amod (sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada).

Seorang pakar Fisika ternama namun sekaligus Ateis bernama Steven Hawking dalam bukunya, The Grand Design mengatakan, “permulaan alam semesta telah diatur berdasarkan hukum-hukum sains dan tidak memerlukan satuan gerak yang digerakkan oleh seorang tuhan” (2010:135). Persoalannya, bagaimana mungkin alam semesta dan bumi yang begitu teratur dan memenuhi hukum konstanta dalam dinamika alam dan kehidupan dihasilkan dari sebuah kebetulan belaka dan tanpa rancangan agung? Bagaimana sebuah kebetulan dan tanpa rencana menghasilkan keteraturan dan hukum yang teratur?

Keteraturan dan hukum yang mengatur keseimbangan alam semesta, dari sudut pandangan iman hanya dapat dipahami bukan perihal adanya Pribadi yang mengawali sebuah keteraturan melainkan kesempurnaan (tov meod) dalam seluruh karya penciptaan yang dimulai dari kekacauan atau chaos (tohu wavohu).

No comments:

Post a Comment