Hampir semua orang Kristen begitu familiar dengan teks Matius 28:19-20 dan biasanya menyebutkan dengan istilah “Amanat Agung” (Great Commandement). Hampir semua konsep teologi misi dan aksi misi hingga ke luar negeri yang dibangun oleh lembaga-lembaga teologi maupun lembaga misi mendalilkan semua filosofi dan aksinya di atas dasar teks tersebut untuk melakukan tugas pemberitaan Injil.
Menarik jika kita menelaah frasa “jadikanlah murid” dalam
teks tersebut jika kita melihatnya dari perspektif dan world view Yahudi dan Yudaisme. Kita tidak boleh melupakan satu
fakta bahwa Yesus
adalah seorang Rabi (Mat
23:7,8, Mrk 9:5; 10:51, Yoh 3:2; 20:16).
Seorang rabi tentu memiliki banyak murid (talmidim).
Dalam
literatur Yahudi, Pirkey Avot atau Ethics of the Fathers dikatakan, ha’amidu ttalmidim harebeh (jadikan
banyak murid – The Hirsch Siddur: The Order Prayers for the Whole Year, 1978:417).
Rabi Hillel (20 sM-10 Ms) mempunyai tujuh puluh murid yang salah satunya adalah
Yokhanan ben Zakhai (50-80 Ms) yang membangun banyak murid. Rabi Akiva (100-130
Ms) adalah salah satu muridnya yang lain dan yang telah memiliki lima murid
utama (Brad H. Young, Meet The Rabbis: Rabbinic Thought and The Teaching of Jesus, 2010:29).
Dalam kebudayaan Yahudi, menjadi seorang murid dari
seorang rabi memerlukan pengorbanan, kerja keras dan risiko. Bahkan hubungan
seorang guru dan murid bisa melampaui ayah dan anak sebagaimana dikatakan
Misnah Baba Metsia 2:11 (Ibid., 31). Yesus pun
memiliki 12 murid (Mrk 6:7-13) dan mengikuti Yeshua membutuhkan sejumlah
komitmen dan pengorbanan diri (Mat 19:27, Mrk 10:28, Luk 18:28).
Kita juga melihat hubungan Yesus dengan murid-murid-Nya melampaui hubungan ayah dan anak
(Mat 10:37, Luk 14:26). Murid-murid seorang rabi termasuk murid-murid Yesus bukan hanya memiliki komitmen dan
kesetiaan kepada gurunya namun belajar Torah. Gelar rabi adalah pengajar Torah
dan Yesus sebagai seorang
rabi tentu saja mengajarkan Torah dan memerintahkan banyak orang dijadikan
murid untuk belajar Torah.
Jika Torah berhubungan dengan Talmid, maka memberitakan Injil dengan melepaskan Torah sebagai ajaran Yesus adalah sebuah kesalahan yang fatal. Kekristenan arus utama kerap memahami secara keliru eksistensi dan kedudukan Torah seolah-olah Yesus dan rasul-rasul-Nya telah membatalkan Torah dan menggantinya dengan hukum yang baru yaitu Hukum Kasih
Jika Torah berhubungan dengan Talmid, maka memberitakan Injil dengan melepaskan Torah sebagai ajaran Yesus adalah sebuah kesalahan yang fatal. Kekristenan arus utama kerap memahami secara keliru eksistensi dan kedudukan Torah seolah-olah Yesus dan rasul-rasul-Nya telah membatalkan Torah dan menggantinya dengan hukum yang baru yaitu Hukum Kasih
No comments:
Post a Comment