Sudah lazim dalam dunia Kristen telah terbentuk pemahaman
yang kerap bersifat asimetris perihal Torah. Peristiwa-peristiwa dan
sabda-sabda Yesus ketika berdiskusi perihal sebuah ajaran melalui metode sheulot uteshuvot (tanya jawab) baik
oleh murid-Nya maupun mazhab Yudaisme lainnya seperti Farisi, Saduki serta Ahli
Torah perihal Torah dan aturan-aturan di dalamnya, kerap disalahpahami dan
dianggap kedudukannya rendah dan telah dibatalkan oleh Yesus.
Salah satu dari
pernyataan dan sabda Yesus yang kerap disalahpahami adalah perihal kedudukan
Hari Sabat. Pembacaan tanpa kehati-hatian dan pengetahuan tentang literatur
rabinik dan setting sosio religius Yudaisme Abad I Ms dimana Yesus berkarya di
Yerusalem, akan semakin menjauhkan pemahaman kita dari maksud pernyataan
Yesus. Ketika Yesus berkata, “Kurios
gar estin tou Sabbatou ho Huios tou Antropou” atau dalam terjemahan Ibrani,
“Sheherei ben ha Adam hu Adon ha Shabat”
(Mat 12:8), apakah yang dimaksudkan Yesus berkuasa membatalkan hari Sabat dan
hukum Sabat?
Makna pernyataan Yesus harus dibaca dalam keseluruhan teks yang
dimulai dari Matius 12:1-7 dimana saat murid-murid Yesus dicela karena memetik
bulir gandum di hari Sabat. Yang dilarang pada hari Sabat adalah melaka atau kegiatan bekerja yang
menghasilkan keuntungan (Kel 20:9-10) Sementara yang terjadi pada kasus murid-murid Yesus bukanlah sedang melakukan melaka
sekalipun ada kegiatan memetik bulir gandum melainkan, “Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya”
(Mat 12:1).
Saat tindakkan murid-murid Yesus dicela, maka Yesus membuat
bangunan argumen khas diskusi rabinik yang bernama kal wakhomer (mana yang lebih berat) dengan mengutip dua peristiwa
dan ayat dalam Torah yaitu Imamat 24:5-9 dan 1 Samuel 21:1-6. Sekalipun memetik
bulir gandum dikategorikan melaka dan dilarang pada hari Sabat sebagaimana
diatur dalam Misnah 7:2, namun dalam kondisi lapar dan mempertahankan
kehidupan, tentu saja tindakkan para murid bukan melanggar aturan Sabat.
Yesus mengakhirI dengan pernyataan, “Tuan atas Hari Sabat” bermakna, Pertama, beliau sebagai Rabi memiliki
otoritas untuk mengeluarkan fatwa yang berbeda dengan rabi lainnya. Kedua, Yesus hendak menegaskan
posisi-Nya yang melebihi Bait Tuhan dan Sabat karena beliau adalah Anak Tuhan,
Sang Firman yang menjadi manusia.
No comments:
Post a Comment